Translate

Sunday, 30 December 2012

Yang Harus Dipikirkan Sebelum Menikah

Yang ada di dalam pikiran saya sejak dulu, saat saya menikah nanti, saya akan ikut dengan suami saya dalam keadaan susah dan senang. Ketika sudah membuat keputusan untuk menikah, artinya sudah siap hidup terpisah dari orangtua, siap mengurus rumah tangga, siap untuk menjadi ibu yang baik, siap hidup mandiri, apa-apa ga minta orangtua lagi dan yang paling penting serta utama adalah siap menjadi wanita yang taat dengan perintah Allah dan suami serta orangtua.

Jika yang paling utama saja belum bisa kita laksanakan, gimana bisa siap menjalani yang lainnya? Perbaiki kualitas dan keimanan kita dulu baru menikah. Insya Allah yang lainnya akan dimudahkan.

Hal lain yang selalu saya pertimbangkan adalah, bahwa setelah menikah, saya ga mau lagi tinggal dengan orangtua atau dengan mertua saya. Saya tidak mau merepotkan mereka. Jika belum mampu untuk membeli sebuah tempat tinggal, tidak ada salahnya mengontrak dulu. Ga ada biaya buat ngontrak juga? Loh pernikahan kan ga cuma siap fisik aja, tapi mental dan financial. Kalau untuk biaya ngontrak aja ga ada apalagi untuk biaya yang lain-lainnya? Apa bisa dibilang seseorang siap menikah dengan kondisi demikian? Saat laki-laki meminang kita, artinya dia sudah sanggup untuk menghidupi dirinya,  istrinya dan calon anak-anaknya. Menikah itu ibadah. Tapi kalo sekedar menikah saja tanpa mempertimbangkan kehidupan setelah menikah, yang ada bukan ibadah. Menikahi anak gadis orang artinya siap bertanggung jawab dunia akherat.  Ga mampu melakukan itu, artinya kita belum siap untuk menikah.

Sebagai orangtua mungkin mereka ga akan keberatan jika kita masih menumpang di rumah mereka. Pernah ga kepikiran saat kita sakit atau hamil, lalu melahirkan, anak sakit, butuh beli susu dan lain-lainnya, tapi keadaan kita dan suami belum mapan (tidak punya tabungan, misalnya..), suami istri kerja tapi anak ga ada yang ngurusin. Apa orangtua kita akan diam saja? Tentu tidak kan? Masak iya tega, sudah menikah masih jadi beban orangtua? Iya jika orangtuanya adalah orang yang berada. Jika kondisinya sudah tidak kerja dan sakit-sakitan? 

Yang harus orangtua saya lihat nanti adalah saya hidup bahagia bersama pasangan saya. Seseorang yang saya pilih untuk mendampingi saya, melengkapi saya dan ibadah saya, seumur hidup saya. Yang susah-susahnya ga usahlah orangtua tau. Jadi ga nambah-nambahin pikiran mereka. Belajar dari pengalaman orang lain, memang ga mudah membina hubungan suatu rumah tangga, jadi dengan tinggal terpisah dari orangtua itu adalah kesempatan dimana kita belajar menghadapi proses kehidupan rumah tangga yang sebenar-benarnya.

Dengan hidup terpisah dari orangtua, harusnya kita akan menjalani hak dan kewajiban kita dengan lebih dewasa, bijak dan penuh tanggungjawab.

Yang namanya perempuan. Mau dia wanita karier atau bukan, tetap saja pada akhirnya dia yang akan mengurus rumah tangga. Ga semua perempuan beruntung ketika sudah menikah bisa mempekerjakan seseorang untuk membantunya mengurus persoalan rumah tangga. Pulang kerja, capek, tapi cucian baju dan piring menumpuk. Harus setrika baju. Masih harus masak dan lain-lain. Yah ga boleh mengeluh, memang sudah harus begitu. Jika tinggal berdua dengan pasangan mungkin masih bisa ditunda sampai akhir pekan dan kemudian akan diselesaikan bersama. Tapi jika masih tinggal sama orangtua atau mertua, apa engga malu kalau engga ngebantuin? Apa iya yang menyiapkan makanan sehari-hari dan bekal untuk ke kantor masih orangtua atau mertua? Mau nyusahin orangtua sampe kapan? Jika kita mengalami kondisi ini artinya kita belum siap untuk menikah.

Selain itu, kita sebagai perempuan juga dituntut untuk membesarkan anak dan mendidiknya, jadi jika kita tidak siap dengan hal-hal yang utama dan mendasar, kita nanti ga akan bisa mendidik anak kita dengan baik. Berdasarkan pengalaman orang-orang juga nih, membesarkan anak itu ga mudah. Harus bangun tengah malam saat anak menangis, padahal saat itu kondisi kita sudah capek setelah seharian bekerja. Jika kita ga siap dengan kondisi seperti ini, lagi-lagi artinya kita belum siap untuk kehidupan pernikahan.

Untuk saya pribadi, kenapa harus terburu-buru untuk menikah jika memang kondisinya masih tidak siap seperti di atas. Untuk beberapa orang mungkin tidak berpikiran serumit saya. Tapi kita lihat saja bagaimana hasil pernikahan yang memang dijalankan dengan persiapan matang dan tidak. Berkaca dengan diri kita sendiri. Sesiap apa kita? Jika mengurus diri sendiri saja kita masih ga mampu, yang dipikirkan selalu saja persoalan diri sendiri, uang masih minta orangtua padahal kita sudah bekerja, tidak bertanggung jawab terhadap kebersihan dan kerapihan diri sendiri, berdoa juga kalo inget aja, gimana nanti setelah berumah tangga?
 
Ayo perempuan-perempuan cantik, yuk sama-sama memperbaiki kualitas dan keimanan dalam diri kita suapaya kita bisa menjadi calon ibu dan istri yang baik bagi anak-anak dan suami kita, juga menjadi anak yang membanggakan bagi orangtua kita ^^

Wednesday, 7 November 2012

Too Late

If only I say the real about my feelings for you that day.

If only I could turn back the time, when you are here with me.


But now, it was too late...

Wednesday, 19 September 2012

Nimo

Namanya Nimo. Sulit untuk melupakan kebaikan dirinya. "Tuhan itu nomor satu, jadi kalo sudah waktunya untuk berdoa, lakukan!" Itu yang selalu dia bilang. Orangnya tidak banyak bicara. Sedikit pemalu. Tapi dia selalu bicara jujur dan terbuka. Siapa sangka, bahwa Nimo pernah mencintai diri ini sebegitu tulusnya. Pernah? Atau masih?

Bukan karena tidak mencintainya juga tapi karena satu hal dan diikuti hal lainnya, hati atas perintah logika memutuskan untuk tidak menjalin hubungan cinta dengannya. Alasan yang masuk akal adalah prinsip dan keyakinan kami yang paling mendasar berbeda. Tak ada kesempatan untuknya, bahkan diri ini tak berani mengambil resiko sebesar itu.

Hidup berlanjut, bahkan setelah berbulan-bulan kami tetap berteman baik. Suatu hari ia datang membawa kabar tentang pertunangannya. Hati ini pun berbahagia untuknya. Anehnya, ada perasaan cemburu disana.

Kehadirannya selalu membuat hati ini senang. Dia yang selalu marah saat hati ini dilukai lelaki lain. Dia yang selalu mengingatkan untuk menjaga diri sebaik-baiknya. Dia yang tidak pernah lelah mendengar keluh kesah diri ini. Ada kebahagiaan tak terungkap saat kami berbagi cerita.

Saat hati ini ditawarkan kembali padanya. Dia terdiam lama. Hanya memandang dengan tatapan sayangnya. "Sudah terlambat.." dia bilang, "Tanggal pernikahan sudah ditetapkan." Aku paham. Aku pun terdiam. Berusaha keras menahan air mata yang memaksa untuk keluar.

Setelah kesunyian panjang, dia berkata, "Seandainya saja aku belum mengucap janji untuk menikahinya.. Seandainya aku belum berjanji kepada keluarganya.."

Dia masih juga mempertanyakan kenapa dahulu aku tak mengizinkannya memiliki diriku. Dia bilang sebetulnya hatinya sangat sakit atas penolakanku. Dia menangis saat penolakan itu. Dia tidak pernah memberitahukanku. Dia juga paham, tidak mungkin kami berdua mampu melawan keluarga, budaya dan jarak yang membentang dihadapan kami. Saat itu dia berharap setidaknya kami bisa mencobanya terlebih dahulu. Dia bilang tidak gampang mengungkapkan cinta terhadap seseorang karena mengungkapkan cinta itu sama dengan memberi janji. Dia menawarkan janji kebahagiaan itu kepadaku untuk selalu bahagia bersamanya sampai tua nanti. Tapi kesempatan itu berlalu begitu saja. Bukan dia tidak berusaha meyakinkanku, hanya saja dia tidak mau memaksaku. Dia berjanji pada dirinya sendiri, sebagai sahabat dia akan selalu membuat aku tertawa. Dia juga bilang, tawaku membawa semangat untuknya. Sekarang ia akan menikah dengan wanita lain yang mulai ia cintai dan juga mencintainya, tapi kenapa masih ada aku dalam hatinya? Dia juga bilang bahwa dia bisa saja melupakan janjinya dan mengecewakan banyak orang untukku. Tapi apa itu yang aku mau?    

Aku menangis mendengar pengakuannya. Dada ini terasa sangat sesak. Apa yang telah aku lakukan? Menyia-nyiakan lelaki baik ini tanpa memberinya kesempatan? Dan sekarang menyesal karena memang dia sangat baik. Tapi sudah tidak mungkin lagi dimiliki. Dia ikut menangis bersamaku dalam diam.

Saat kusadari bahwa dia menangis karena aku menangis, dengan cepat kuhapus air mataku dan tersenyum padanya dan berkata, "Aku ikut berbahagia untukmu. Aku minta maaf karena menawarkan hati ini lagi untukmu. Semua sudah lewat. Tapi lihat Nimo, betapa hebatnya kita menjalani semua ini. Tuhan kita pasti bangga bahwa kita berdua lebih mencintaiNya daripada mencintai hubungan kita sendiri. Ini baik untuk kita. Kita tidak harus menjadi anak yang akan melawan orang tua karena keinginan kita yang belum tentu mudah untuk dikabulkan. Jangan khawatirkan aku, aku akan bahagia pada waktunya. Cinta dari sahabatku Nimo akan selalu membuatku bahagia."

Aku masih tersenyum padanya. Sampai ia menghilang dari pandangan mata. Aku kembali merasakan pilu di dadaku. Aku menangis lagi. Ya aku menyesal. Namun memang selalu ada beberapa prinsip yang tidak bisa dikompromikan. Terima kasih Tuhan atas cinta Nimo untukku :)


#30Hari Lagu Ku Bercerita: Marcell - Peri CintaKu 

Sunday, 16 September 2012

Kala Cinta Menyapa

10 Tahun berlalu sudah cinta pertama saya. Cinta yang hadir secara tiba-tiba dipenghujung akhir SMU. Cinta yang tidak pernah saya harapkan datang dari dirinya, seorang sahabat baik saya, Bobi.

Saya dan Bobi berteman baik sejak mengenyam pendidikan di bangku sekolah dasar. Saya dan Bobi juga pernah sepakat bahwa cinta ya cinta. Sahabat ya sahabat. Bahwa saya dan Bobi sepakat untuk menjadi sahabat baik selamanya. Karena menurut pandangan kami, kalo orang udah lama sahabatan dan salah satu diantara mereka atau keduanya ada yang jatuh cinta, itu bahaya. Menurut kami bisa menghancurkan persahabatan itu sendiri. Kami tidak terlalu optimis dengan kemungkinan bahwa cinta yang terjadi diantara sahabat akan berlangsung selamanya.
Saat itu saya masih tidak paham apa artinya cinta. Saya tidak paham bahwa dari sahabat itu bisa jadi cinta. Dari benci saja bisa jadi cinta apalagi dari sahabat.

Bobi itu keliatannya cuek. Tapi sebenernya dia baik dan perhatian. Dan Bobi itu Lucu. Lucu banget. Selalu menghidupkan suasana. Dimana ada Bobi disitu ada gelak tawa.

Selama bersahabat dengan Bobi, saya ga ada kepikiran untuk jatuh cinta dengan Bobi. Banyak perempuan yang berharap bisa dekat dengan Bobi, syukur-syukur bisa jadi pacarnya.

Tidak saya pungkiri bahwa Bobi memang punya tempat istimewa juga di hati saya, karena dia sahabat saya. Karena saya sayang sama Bobi. Bobi sangat berarti dan berharga untuk saya karena selalu Bobi yang ada untuk saya disaat saya senang dan sedih. Saya selalu mencegah rasa yang tumbuh untuk Bobi, rasa yang melebihi persahabatan kami.

Sampai suatu hari, di tahun 2003, saat kami sedang melaksanakan PRA UAN, cuaca di luar sangat dingin. Saya kebagian duduk di dekat jendela dan saya ga bawa jaket. Secara tiba-tiba tanpa saya minta, Bobi yang saat itu satu ruangan dengan saya, melampirkan jaketnya di pundak saya, "Dipake aja, supaya kamu ga kedinginan gitu" katanya. Anehnya waktu saya pakai, ada sesuatu yang bikin hati saya.. Aaah.. Gimana yaa.. Kayak yang deg-degan tapi kok ya kenceng banget? Bikin saya gimana gitu. Padahal itu bukan pertama kalinya saya memakai jaket Bobi.

Kejadian aneh juga berlangsung, suatu hari saat pulang sekolah. Saat saya sedang berjalan ke arah gerbang bersama teman-teman perempuan saya, tiba-tiba ada orang yang merangkul saya dari belakang. Ternyata Bobi. Bukan pertama kalinya saya diperlakukan seperti itu di depan umum oleh Bobi. Namun ketika itu, rasanya jantung saya mau copot saking saya senangnya.

"Apa-apaan nih?" Saya pura-pura ga suka dan berusaha melepaskan diri dari pelukan Bobi. Tapi Bobi cuek aja. Semakin saya ingin melepaskan diri, semakin erat Bobi memeluk saya.

"Ga enak Bob diliatin orang!" Padahal biasanya saya juga cuek-cuek aja.

"Kita kan adik-kakak!" Jawabnya sambil mengedipkan mata indahnya dan tersenyum manis menatap saya.

Saya salah tingkah. Dia pasti lihat betapa meronanya saya. Malu rasanya. Ternyata memang begitu saja. Bobi hanya mengganggap saya adiknya. Saya tak bisa berkata-kata. Berbagai rasa hadir di hati saya. Pengennya saya Bobi tetap disana. Merangkul saya. Tapi dia hanya tertawa ketika melihat ekspresi saya terdiam kehilangan kata-kata. Dia mengusap sayang kepala sayang, dan kembali ke dalam. Meninggalkan saya yang masih menenangkan berbagai gejolak dihati saya.

Semakin saya mengabaikan rasa yang saya miliki terhadap Bobi, semakin besar juga rasa sayang saya sama Bobi. Saya mulai sedikit berdandan sebelum berangkat sekolah. Saya berusaha selalu tampil cantik depan Bobi. Yang biasanya kalo istirahat saya makan banyak, ini makanan yang saya makan ga bisa ketelen kalo ada Bobi di dekat saya. Jaim banget deh saya kala itu di depan Bobi. Saya bete banget kalo Bobi ga masuk. Ga ada yang gangguin saya. Ga ada yang maenin rambut saya dikelas. Bobi kan duduknya di belakang saya. Pernah, Bobi nawarin saya coklat bulat pas lagi pelajaran. Pas saya ambil taunya itu biji lengkeng hahaha...

Saya mulai ga bisa tidur. Setiap saat mikirin Bobi. Segitu udah ketemu di sekolah dan kadang-kadang main bareng, masih terasa kurang buat saya. Saya ingin setiap saat ada Bobi.

Namun, lambat laun saya menyadari. Posisi saya itu sebenarnya menyakitkan. Saya sadar bahwa saya terbuai dengan perlakuan istimewa Bobi. Tapi terkadang saya lupa posisi saya dimata Bobi itu gimana? Bobi sih asik aja jalan bareng saya sahabatnya. Mau pegangan tangan atau pelukan ga ada masalah buat Bobi. Tapi saya? Saya udah panas dingin. Terlalu bahagia.

Tapi saya lantas ingat komitmen kami lagi, bahwa sahabat ga bisa jadi pacar. Buat saya secara tidak langsung itu penolakan buat saya. Sedih kalo saya ingat kata-kata itu. Rasanya menyesakan. Namun saya ingin Bobi tetap memperlakukan saya dengan istimewa. Banyak yang menyangka kami pacaran. Saya sih mau. Tapi itu tidak pernah terjadi. Saya tetap menyimpan perasaan saya untuk Bobi. Namun, belakangan saya tau dari teman-teman laki-laki lainnya. Bahwa Bobi tuh tau kok kalo saya sayang dan punya perasaan khusus untuk Bobi. Mereka bilang sih mereka juga bisa liat dari perhatian saya untuk Bobi. Tapi ga ada yang tau gimana isi hati Bobi sebenarnya.

Saya tetap tidak membicarakan isi hati saya terhadap Bobi. Begitu juga dengan Bobi. Kami tetap berpura-pura tidak terjadi apa-apa dengan hati kami. Bobi masih suka memeluk dan menggandeng tangan saya di depan umum. Saya bahagia saat berada di samping Bobi.

Saya tidak pernah berpikir, "Bobi suka ga ya sama saya?" Saya bisa kok merasakan sayang dan perhatian Bobi untuk saya. Yang saya lakukan waktu itu adalah membuat Bobi bahagia saat sedang berada disisi saya, dengan tetap menjadi saya.

#30HariLagukuBercerita: Nikka Costa - My First Love

Monday, 10 September 2012

Khayalan

"He smiled at me on the subway"

Ketidaksengajaan membuat saya bertatapan dengan seorang pria tampan ini. Gantengnya bukan main. Tinggi dan berbadan atletis. Kulitnya sawo matang, rambutnya hitam lebat. Berkacamata. Saat saya masih terpukau oleh auranya, dia tersenyum sangat manis kepada saya. Tipe senyum yang bisa membuat wanita menjadi lemah tak berdaya. Membuat saya mencuri-curi kesempatan untuk melihatnya lagi dan lagi. Senyum yang penuh kehangatan. Senyum yang membawa getaran ke dalam relung hati saya. Tatapan mata yang menyertai senyumannya pun sungguh menawan dan memikat hati. Saya yakin bukan cuma saya yang terpukau olehnya. Wanita normal mana sih yang ga terpikat olehnya? Ingin rasanya memiliki dan menikmati senyuman itu seorang diri. Tapi bagaimana mungkin? Kenal aja engga.

Apalagi saat itu dia tidak sendirian. Saya melihatnya bersama seorang wanita cantik. Beruntungnya wanita itu. "Adiknya? Kakaknya? Sepupunya? Istri atau Pacarnya kah?" Saya menduga-duga sendiri.

"You're beautiful. You're beautiful. You're beautiful, it's true. I saw your face in a crowded place, and I don't know what to do, 'cause I'll never be with you.."
 
Wajahnya tak jua luput dari benak saya. Ya Tuhan, sungguh indah mahluk ciptaanMu ini. Pikiran saya mulai berkelana, dan berbicara sendiri dengan hati. Menebak-nebak. Mungkin dia dokter. Wajahnya yang bersih dan terawat cocok terlihat seperti dokter. Atau pegawai kantoran. Mungkin usianya baru 33an. Entahlah. Sudah menikah atau belum ya? Kalau saya menikah dengan dia, anak kami pasti cakep-cakep. Aaaah... Kebiasaan. Saya suka mikirnya jauh. Mimpi saya! Belum tentu juga dia memandang saya dengan ketakjuban yang sama saat saya memandang dia. Semua khayalan ini karena saya terhipnotis dengan wajah tampannya.

"And I don't think that I'll see him again but we shared a moment that will last till the end."

Kalau saya bertemu lagi dilain waktu, harapan saya mudah-mudahan dia jodoh saya. Boleh donk berharap. Tapi saya rasa kemungkinannya satu berbanding seratus. Yang jelas peristiwa ini akan saya ingat selalu. Bagaimana bisa melupakan dia dengan seketika? Walau hanya melihatnya dalam sekejap mata.

"There must be an angel with a smile on his face.."

Saya melihatnya untuk terakhir kali sebelum kami terpisah jauh. Semoga saya juga pada akhirnya bisa berjodoh dengan pria seperti itu. Semoga bukan hanya wajah dan fisiknya yang enak dilihat tapi juga diimbangi dengan prilaku yang baik. Aamiinn... ^^

#30Hari Lagu Ku Bercerita: James Blunt - You're Beautiful

Friday, 7 September 2012

Tunggu Aku

"Assalamualaikum!" Suaranya yang khas menyapaku dari seberang telepon di sana.

"Walaikumsalam" Jawabku. Senang mendengar suaranya lagi.

"Maaf ya yank tadi skype'annya putus. Susah sinyal nih, jadi tadi aku tinggal mandi dulu, sekalian sholat juga. Sekarang lagi duduk-duduk aja di teras."

"Alhamdulillah... Yang abis mandi kok ga kecium harum?"

"Harumlah yank! Kan tadi mandi pake karbol!"

"Bayclinnya sekalian ga? Biar putihan gitu.."

"Oh iya keabisan yank.."

"Ya udah, besok beli yaaa..."

"Ga usahlah, aku kan ga item. Aku exotic!" Tukasnya.

"Terlalu exotic alias gosong!" Aku meledeknya.

"Kamu tuh, ngejek aja yaaa... Duh ini nyamuk banyak banget deh. Saking aku manis nyamuk aja pengen deket-deket aku yank."

"Dipake donk raket nyamuknya!"

"Hush.. Jangan malu-maluin aku donk yank! Masa di Eropa Timur pake raket nyamuk? Apaan tuh!"

"Ha..ha..ha.. Eropa Timur tapi sebelahnya Gunung Kidul."

"Hooh yank..! Rahasia ya, jangan bilang-bilang kalo aku suka pake raket nyamuk, nanti kalo masuk infotainment malu.." Terdengar suara pletak-pletok raket nyamuk yang dia gunakan.

"Dasaaaar! Makan apa tadi?"

"Triple T yank"

"Apaan Triple T?"

"Makanan khas orang eropalah yank! Tahu Tempe Telor"

"BHUAHAHAHAHAHA...!!!" Aku tak bisa menahan tawaku. Kirain apa Triple T.

"PUAS KETAWANYA?" Tanyanya sok sewot.

"Puaaaaaaaaaas banget..!!" Aku masih tertawa dengan kencang, sementara dia terdengar sibuk dengan raket nyamuknya.

Saat-saat seperti inilah yang selalu menceriakan hariku. Saat becanda dan berbagi tawa bersamanya, setelah mengalami penat dengan rutinitas sehari-hari.

"Kamu, minum air putihnya banyak ga hari ini?" Tanyaku.

"Baru 2 gelas sepertinya"

"Kamu ini gimana sih. Masa pacarnya Duta Air Putih, kamunya Duta Air Keruh"

"Ha..ha..ha..", dia cuma tertawa.

"Berapa kali sih dibilangin, tiap hari harus banyak minum air putih. Biar sehat!"

"Duh ya ampuuuuuuuun... Ceriwiiiiiiiiiisnya....!"

"Perhatian tau!"

"Kayak di Ramayana aja.. 'perhatian-perhatian'..."

"Orang Eropa Timur mainnya di Ramayana?"

"Ha..ha..ha.. Muaaaaaaaaaach... Gimana hari ini yank?"

"Seperti biasa aja. Merindukan kamu"

"Samalah. Tunggu aku ya yank. Aku pasti datang secepatnya.. " Suaranya melembut

"Iya donk. Pasti ditungguin"

"Sini-sini, dipeluk dulu"

"Mhmmm...."

"Coba kau bayangkan engkau di pelukan mentari terbenam malam jadi teman. Coba kau bayangkan waktu terlupakan engkau di pelukan takkan ku lepaskan.." Dia mulai menyanyikan sebuah lagu dari The Dance Company.

"Udah-udah ga usah nyanyi. Nanti aku ga bisa tidur!"

"Oh gitu yaaa sekarang! Orang-orang mau dengar suara aku tuh sampe ngantri tau! Di kamar mandi!!"

"Itu sih bukan ngantri pengen denger suara kamu! Emang lagi ngantri aja di kamar mandi!" Aku tertawa lepas.

"He..he..he.. Yank geseran yank.. "

"Udah.."

"Geser lagi.."

"Udah aaah.. Sempit!"

"Trus aku tidur dimana yank?" Suaranya merajuk manja.

"Sana di Balai Desa aja. Luuuuaaass.."

"Bukan jatahnya rondaaaa yank!!"

Aku tersenyum mendengarnya, "Ya udah sini.. Jangan ngompol ya.."

"Engga yank aku udah pake popok" terdengar tawanya yang khas.

"Pinteeeeer"

"Makin kangen deh yank sama kamu." Suaranya terdengar semakin manja.

"Iya aku juga"

"Aku pasti datang untuk kamu!"

"Aku tau"

Kami sama-sama terdiam beberapa saat. Menikmati heningnya suasana diantara kami. Rindu ini terasa semakin menggigit.

Akhirnya dia berkata, "Ya udah deh, kamu tidur sekarang ya. Aku ga mau ayank aku tidurnya larut malam terus"

"Kamu juga yaaa.."

"Iya, ini juga udah di kamar! Met bobo ya yank. Berdoa dulu.."

"Iya. Kita ketemu di alam mimpi yaaa"

"Ok!! Pake baju ga?"

"Huuuu kamu itu!!"

"Ha..ha..ha.. I love you yank"

"I love you too.."

----------------------------------------------

#30HariLaguKuBercerita: The Dance Company ~ Coba Kau Bayangkan

Tuesday, 4 September 2012

Arie Hansyah Namanya

Sudah 3th berlalu. Pertemuan-pertemuan kami masih terasa seperti baru kemarinnya. Wajahnya pun belum pudar dalam ingatan. Kenangan-kenangan manis yang pernah kami jalani pun masih terekam jelas. Tapi saya sudah tidak dapat mendengar suaranya, apalagi menyentuhnya. Saya sudah tidak bisa lagi melihatnya di sini, atau di manapun. Dia hidup dalam ingatan saya, dan terkadang dia menghampiri saya dalam mimpi. Satu yang pasti, saya tahu dia sudah berbahagia disisiNya.

Arie Hansyah. Lelaki baik yang pernah saya kenal. Arie yang tidak pernah mengenal kata menyerah. Arie yang selalu bersyukur dalam segala hal. Jarang sekali saya mendengar keluhannya. Saya belajar banyak dari Arie.

Awalnya, bukan hal yang mudah untuk menjalin hubungan dengan Arie. Selain luasnya jarak yang terbentang di antara kami (saya di Jakarta, Arie di Banjarmasin), kondisi Arie juga tidak seperti lelaki sehat lainnya. Arie mengidap kanker kelenjar getah bening, sudah 2 tahun sebelum kembali bertemu saya (dulu, saya dan Arie pernah bertemu disuatu kesempatan, saat saya masih mengerjakan tugas akhir). Saya tidak mau ambil resiko. Kami berteman biasa, saling berbagi cerita setiap harinya.

Saat itu, saya sedang ingin melupakan seseorang dalam kehidupan cinta saya. Saya bilang sama Arie, "Pernah nih dengar ada yang bilang, kalau disakiti dengan laki-laki, obatnya adalah laki-laki lain." Arie tanpa ragu menawarkan dirinya, "Aku mau jadi obat yang kamu butuhkan." Namun saya tidak langsung menanggapinya. Dari situ, setiap harinya kami menjadi semakin dekat.

Secara diam-diam saya mencari tahu tentang penyakit ini. Bagaimana solusinya. Apa ada yang pernah bertahan hidup dari penyakit ini? Semakin saya banyak mencari tahu dan membaca saya semakin stress sendiri. Saya siap ga ya? Saya bisa ga ya menjadi pendamping yang baik untuk Arie?

Tapi pada akhirnya cinta mengalahkan segalanya. Buat saya, mencintai Arie tidaklah susah, apalagi dia memperlakukan saya dengan baik, sopan dan penuh kasih sayang. Jarak jauh juga lama-kelamaan tidak jadi masalah untuk kami.

Dua hal yang terpenting dalam hubungan kami adalah kejujuran dan kepercayaan. Arie pernah bilang, "Sekali kita berbohong kita akan selalu berbohong ke depannya untuk menutupi kebohongan kita yang pertama."

Sejak Arie tau bahwa dia menderita penyakit kanker kelenjar getah bening ini, dia tidak mau merepotkan ibu dan kakaknya. Dia bekerja keras tanpa mengenal waktu untuk mendapatkan uang yang bisa membiayai pengobatannya. Padahal Arie itu ga boleh terlalu capek dan banyak pikiran. Tapi itulah Arie. Dia ga mau orang memperlakukan dia seperti orang yang sakit. Saya semampu saya membantu pengobatan Arie. Kami berdua mencari dan mencoba pengobatan alternatif. Tapi berobat ke rumah sakit pun masih dijalani.

Jujur, ada kalanya saya lelah. Ada kalanya saya tegar dan kuat di depan Arie, dan di belakangnya saya manangis meraung seorang diri karena saya merasa tidak kuat lagi menjalani ini semua. Dia juga begitu, ada kalanya dia menghilang tanpa kabar sama sekali. Terlintas juga dalam pikirannya untuk pergi dalam hidup saya sebelum semua terlambat. Saat itu saya ga paham, jika dia menghilang tidak ada kabar artinya dia sedang kesakitan. Saya selalu mengontrol keadaan dia lewat teman-temannya. Tapi belakangan saya tahu, temannya pun menyembunyikan sakitnya Arie dari saya atas permintaan Arie.

Dia berulang tahun saat hubungan kami sudah berjalan 11 bulan. Saya tidak ada di sana bersamanya. Saat itu dia sedang menghilang pula dari saya. Saya menghubungi beberapa temannya dan diam-diam menyiapkan pesta ulang tahun sederhana untuknya. Betapa terkejut dan bahagianya dia saat itu. Saat tahu saya yang mempersiapkan semuanya, dia telepon saya mengucapkan terima kasih dan menangis. Pertama kalinya saya mendengar Arie menangis. Bahkan Arie tidak menangis saat ia kehilangan ayahnya. Arie tidak menangis saat ia hidup dalam kesusahan. Arie tidak menangis saat divonis sebagai penderita kanker. Arie juga tidak menangis saat ia merasa kesakitan. Tapi hari itu, saya membuat Arie menangis. Semoga itu tangis bahagianya. Semoga benar saya cukup memberi kebahagiaan untuk Arie seperti yang ia ucapkan malam itu.

Pernah suatu kali beberapa waktu kemudian, Arie menghilang. Setiap hari, walau telepon saya ga diangkat, saya tetap telepon dia. Tetap saya sms dia seperti biasa. Setelah berhari-hari tidak ada kabar, akhirnya suatu sore, saat saya sedang bersiap untuk pulang kerja, saya menerima pesan mms dari Arie. Ketika saya buka saya kaget sekali. Saya cepat-cepat tutup karena terlalu kaget. Arie mengirimkan fotonya kepada saya. Yang buat saya terkejut adalah, foto itu sudah bukan Arie yang dulu terakhir saya lihat. Foto itu hanya menampakan wajah orang yang dibalut hanya dengan tulang. Ya Tuhan, secepat itukah? Saya sudah ga konsen ngapa-ngapain. Hati saya perih, badan saya mendadak lemas sekali. Air mata juga sudah sangat sulit untuk ditahan. Yang saya inginkan hanya sampai di kostan dengan cepat.

Baru saja saya meninggalkan gedung kantor, Arie sms, isinya "Lihat, aku yang sekarang seperti ini. Kamu masih mau sama aku? Kamu masih mau mendampingi aku? Aku yang melihat diriku saja merasa tidak pantas sama sekali untuk bersama dengan kamu. Maafin aku.."

Seketika air mata saya mengalir dengan deras. Saya tetap berjalan sambil terisak dalam diam. Saya sudah tidak mempedulikan lagi tatapan ingin tahu dari orang-orang. Saya berjalan dengan cepat. Sesekali saya berhenti berjalan untuk sekedar mengatur emosi dan air mata yang sulit ditahan. "Jangan menangis di sini, kamu harus kuat, kamu pasti bisa bertahan!" Saya menguatkan diri saya sendiri.

Sesampai di kostan saya langsung menangis meraung sejadi-jadinya. Saya tidak bisa memikirkan apapun. Sampai akhirnya saya tersadar hanya Allah yang bisa bantu saya. Saya berdoa dan berdoa sampai saya mendapat ketenangan. Lalu saya telepon Arie. Kali ini dia mau mengangkat telepon saya. Dengan susah payah menahan tangis, saya bilang, "Aku ga keberatan dengan keadaan kamu sekarang. Itu bukan alasan yang bagus untuk kamu menyingkirkan aku. Kita sudah berjuang bersama-sama selama ini, kamu pikir aku akan menyerah? Kamu salah. Suka atau engga, aku akan tetap mendampingi kamu, karena aku sayang sama kamu! Dan aku lebih tahu pasti bahwa sebetulnya kamu lebih sayang sama aku!" Saya berusaha mengucapkan kata-kata itu dengan sesantai mungkin, supaya Arie tahu bahwa saya tidak terganggu dengan foto yang dia kirimkan. Saya harus kuat di depan Arie. Besoknya dia kembali bersikap seperti biasanya.

Hubungan kami kembali berjalan dengan baik. Namun itu tidak bertahan lama. Dia kembali menghilang, saya juga diombang-ambing perasaan sayang, khawatir, takut, sedih, bosan, semua bercampur menjadi satu. Kami jarang berkomunikasi. Tapi saya selalu tanya sama teman-temannya bagaimana keadaan Arie. Mereka menenangkan saya dengan bilang bahwa Arie baik-baik saja.

Suatu hari, beberapa jam sebelum saya berulang tahun. Dia dihubungi oleh adik saya, yang menceritakan betapa saya merindukan Arie. Arie telepon saya dan bilang maaf lagi. Dia juga bilang bahwa dia juga tersiksa karena merindukan saya. Kami kembali berbaikan. Lalu tepat jam 12 malam dimana saya berulang tahun, Arie telepon lagi, dia bilang, "Sayang, aku ga bisa dateng di hari ulang tahun kamu. Aku juga ga bisa kasih kamu apa-apa. Tapi aku mau kamu dengar ini...", kemudian saya dengar alunan lagu DIA ~ Malique N D’Essential dibawakan oleh dia dengan nafas terputus-putus, dengan suara yang sepertinya sangaaat lelah serta diiringi oleh teman-temannya dengan gitar dan panci ato ember juga mungkin :)

Temukan apa arti dibalik cerita 
Hati ini terasa berbunga-bunga
Membuat seakan aku melayang
Terbuai asmara

Adakah satu arti dibalik  tatapan
Tersipu malu akan sebuah senyuman
Membuat suasana menjadi nyata
Begitu indahnya

Dia seperti apa yang selalu ku nantikan aku inginkan
Dia melihat ku apa adanya seakan ku sempurna

Tanpa buah kata kau curi hati ku
Dia tunjukkan dengan tulus cintanya
Terasa berbeda saat bersamanya
Aku jatuh cinta

Dia bukakan pintu hati ku yang lama tak bisa ku percayakan cinta
Hingga dia disini memberi cinta ku harapan


Kali itu saya yang menangis dan tertawa. Bahagia.

Saya ga sangka bahwa itu adalah hal terakhir dan terindah yang bisa Arie berikan untuk saya.

Sejak tanggal 22 Oktober 2009, Arie sangat aneh. Sebentar-sebentar telepon. Jam 3 subuh sudah telepon. Dia ga bilang apa-apa. Cuma kangen katanya. Dia juga bilang, kaki dia bengkak dipake jalan susah. Tapi lagi-lagi dia bilang dia masih baik-baik saja.

Sampe akhirnya tanggal 24 Oktober 2009, Subuh-subuh, saya ditelepon salah seorang teman Arie. Dia bilang, Arie masuk rumah sakit karena sesak nafas sejak malam. Itu pun Arie dibawa paksa oleh teman-temannya. Saya menghubungi Arie secepatnya. Saya bilang saya mau ke Banjarmasin. Dia melarang saya. Dengan suara yang sangat lemah dia bilang, "Sayang ga usah kesini. Aku baik-baik aja kok. Kamu jangan khawatir. Kalo kamu sayang sama aku tolong jangan kesini. Kamu malah buat aku khawatir kalo kamu kesini sendirian. Yah sayang, nurut ya sama aku. Aku ga minta apa-apa lagi deh. Janji.." Saya dengan sekuat tenaga menggigit bibir saya sampai berdarah agar Arie tidak dengar tangisan saya. Saya ga bisa bilang apa-apa. Dengan susah payah, saya bilang, "Ya udah kalo itu mau kamu. Nurut sama dokter ya, cepat sembuh, Rie.." Saya tutup teleponnya dengan cepat.

Saya telepon teman Arie, untuk memastikan bagaimana keadaan dia yang sebenarnya. Saya bilang saya mau datang ke Banjarmasin. Tapi teman Arie juga melarang saya datang. Dia cerita, kalo Arie pernah bilang, ga mau menemui saya dengan keadaannya seperti itu. Arie mau saya mengingat Arie, seperti saat Arie sehat.  Seperti Arie yang sedang datang menemui saya. Bukan yang seperti itu, kurus, menghitam, tak bertenaga. Dia bilang, hargai dan hormati permintaan Arie. Arie ga ingin terlihat seperti saat itu dalam ingatan saya. Saya mengalah. Saat itu rasanya memang mungkin saya benar-benar tidak sanggup untuk bertemu dengan Arie. Baru lihat fotonya aja saya sudah histeris. Apalagi jika saya tidak bisa menahan diri depan Arie. Bisa-bisa saya malah jadi beban pikiran Arie.

Setiap saat saya selalu sms Arie. Saya memberi dia semangat. Jangan putus asa. Bahwa Arie pasti sembuh. Bahwa sebentar lagi kami pasti bertemu. Pasti! Saat itu adalah saat-saat terberat dalam hidup saya. Saya berusaha untuk ceria, optimis dan semangat di depan Arie, padahal saya sendiri sangat sedih, saya sendiri butuh untuk dikuatkan. Setiap saya telepon, Arienya tidur. Saya hanya bicara dengan kakaknya dan temannya.

Saya menyembunyikan hal ini dari semua kecuali dua orang sahabat baik saya. Pikiran saya juga selalu kosong. Walau saat itu saya berada di tengah keluarga dan keramaian, tapi saya merasa sendiri. Jiwa saya tidak menyatu dengan raga saya. Apalagi sampai malam tiba saya masih tidak bisa bicara dengan Arie. Saya sudah merasa ada yang disembunyikan dari saya. Apalagi kalau saya bicara sama kakaknya, kakaknya nangis terus, dia bilang saya harus kuat dan sabar.

Besok pagi sampe sore keadaan masih seperti sebelumnya. Saya masih ga bisa hubungi Arie. Puluhan sms saya juga ga dibales. Saya merasa seperti zombie. Saya hanya bisa berdoa dan berdoa. Baru malamnya, sekitar jam 8, saya bisa bicara dengan Arie. Saya senaaaang sekali mendengar suara orang yang sangat saya rindukan. Saya tanyain gimana kabarnya? Perasaannya? Saya semangatin dia dengan keceriaan yang saya buat-buat. Ga ada kata-kata perpisahan. Dia cuma bilang saya harus jaga kesehatan. Itu aja, terus dia bilang dengan suara yang sangat lemah kalau dia ngantuk. Dan terdengar seperti dia sudah setengah sadar, dia bilang, "I Love You.."

Sehabis itu saya sholat. Dalam sholat saya kali itu ada yang berbeda. Saya tidak lagi memohon kesehatan dan kesembuhan bagi Arie. Dalam doa saya malam itu, saya berkata "Ya Allah, saya memasrahkan semuanya kepadaMu. Jika Engkau menginginkan Arie untuk sembuh, maka sembuhkanlah. Dan jika Engkau menginginkan sebaliknya, saya sudah ikhlas Ya Allah, saya relakan Arie bersama denganMu. Tolong Arie jangan diberi sakit yang berkepanjangan."

Keesokan subuh, tepat pukul 05.14, temannya Arie telepon. Dia mengabarkan bahwa Arie meninggal.

------------

#30HariLaguKuBercerita

Saya persembahkan untuk Alm. Arie Hansyah, sahabat, kakak dan kekasih terbaik yang pernah mengisi lembaran hidup saya.

Teman saya pernah bilang, "Ikhlas adalah kata yang tepat untuk menutupi luka batin tanpa bisa menutupi luka itu sendiri. Luka yang ga akan sembuh walau sudah bertahun-tahun."

Memang kurang lebih begitu tapi sekarang saya yakin Allah punya rencana terindah untuk saya. Dan yang lebih indah, Arie sudah tidak sakit lagi ^^

Sunday, 2 September 2012

Kenangan

Membuka kotak pandora dalam ingatan karena sedang merindukan seorang teman baik.

Setidaknya kami pernah menjadi teman baik.  Sekarang? Seperti orang asing yang sudah bertahun-tahun tak bertegur sapa.

Dia laki-laki yang baik. Pintar. Dewasa. Bertanggung jawab. Setia dan setau saya orangnya jujur. Mungkin idaman banyak wanita. Tapi saya ga pernah jatuh cinta sama dia. Begitupun sebaliknya. Kami sama-sama menikmati pertemanan kami. Ga pernah ada perasaan lebih dari itu.


Kami dekat pun karena berawal dari pekerjaan. Saya dekat dengan semua teman satu team saya. Apalagi waktu itu, saya perempuan satu-satunya di dalam team yang biasa ditindas habis-habisan. Awal mulanya kami menjadi teman dekat adalah karena kami sering pulang malam dari kantor ngurusin kerjaan. Engga cuma berdua. Sebelum dia bergabung dengan team saya, saya memang sudah sering lembur bareng teman-teman saya lainnya. Dari situlah saya dekat dengan dia. Tapi ya, itu hanya sebatas teman. Kami suka bercanda. Makan bareng. Diskusi bareng tentang segala hal.


Waktu pertama kenal, saat itu saya punya pacar, udah jalan mau 2th. Dia juga sama, malah udah 8th sejak dia masih di smu (kalo ga salaaah). Kami sama-sama menjalani LDR. Pacar saya di Banjarmasin. Pacar dia di Jogja. Kami di BSD. Dia tau tentang pacar saya. Begitu juga sebaliknya. Kami tipe orang yang sama-sama setia dengan pasangan kami. Makanya lucu, kalo ada yang bilang kami seperti orang pacaran. Heran. Ga habis pikir. Kenapa bisa bilang gitu? Padahal kami aja ga ngerasa kok. Kalo saya ada niatan selingkuh. Saya pasti cari yang seiman dengan saya. Kami ini berbeda keyakinan dan terlebih memang ga ada niatan selingkuh. Pacarnya cantik banget kok, ya masa dia mau selingkuh sama saya? Mbok dipikir kalo nuduh. Saya juga ga ngarep berpacaran sama dia kok. Tapi ya itu kami dekat. Gimana ga dekat, duduknya sebelahan :))


Dia suka ngerjain saya. Becandain saya. Nakut-nakutin saya. Orangnya iseng amat sangat. Tapi kalo soal kerjaan dia serius. Hubungan kami baik-baik saja. Sama pasangan juga baik-baik. Sampai suatu ketika, entah dikerjain teman-teman ato memang keadaannya begitu.


Kami janjian ke PRJ bersama beberapa teman kantor lainnya. Janjian ketemu di PRJnya hari sabtu sore jam 6. Teman-teman saya sudah dari hari jumat pulang ke rumah ortu/kerabat/saudaranya di Jakarta. Sementara kami kost di BSD. Berhubung yang jaraknya jauh cuma kami berdua, ya kami berangkat bersama setelah dia menitipkan motornya di kost'an saya. Kami berangkat naik kereta api dari BSD ke Tanah Abang. Itu pengalaman pertama saya naik kereta api. Setelah di Tanah Abang, kami memutuskan naik bajaj ke PRJ. Itu pengalaman pertama dia naik bajaj.


Ketika sampe PRJ. Teman-teman saya susah dihubungi. Setelah lama, baru mereka satu per satu bilang ga jadi dateng! Sial! Karena tanggung kami udah sampe PRJ, ya sudahlah kami mengantri tiket bersama puluhan orang lainnya. Saling berdesakan. Selama sejam!! Setelah itu, kami menonton acara Moto GP yang ditayangkan di PRJ sambil liat atraksi motor. Setelahnya baru kami jalan melihat stand-stand. Kami keluar dari PRJ jam 11 malam. Mau pulang ke bsd ga ada kereta. Naik taxi mahal. Naik bus ga tau bus apa. Masih ada apa engga?


Akhirnya kami memutuskan untuk nonton Transformer 2 di GI. Pergilah kami naik taxi ke GI. Dapet tiket nonton jam
 1 an kalo ga salah. Ya udahlah, daripada ga ada tujuan. Sekalian istirahat. Kami juga sibuk menelepon pacar kami masing-masing sambil menunggu waktu. Saya ga ada masalah dengan pacar saya. Malah pacar saya lega kalo saya ga sendirian. Beda halnya dengan pacar dia. Pacarnya dia marah ketika tau kalo kami cuma berdua. Dia maunya teman saya ini pulang ke rumah saudaranya yang ada di jakarta.  Tapi teman saya ga melakukan itu. Diam-diam saya bersyukur karena saya tidak ditinggalkan seorang diri. Ada kejadian lucu juga. Saat kami antri mau masuk ke bioskop. Dia diliatin sama kumpulan pria-pria pesolek. Hahaha.. Jadi ingat ekspresi wajahnya.
Selesai nonton itu jam 3 lebih. Subuh-subuh, kami jalan kaki lagi dari GI menuju McD Sarinah Thamrin. Lumayankan!! Saya udah ngerasa lusuh banget. Kek gembel. Saya tau, teman saya juga pasti cape. Tapi ga ada keluhan yang keluar dari mulutnya. Saat itu saya masih bisa menahan keluhan saya. Apalagi teman saya ini orangnya sabar banget. Dia ga ngeburu-buru saya buat jalan lebih cepat. Mungkin 1 langkah dia itu 3x saya melangkah. Tapi dia ikut jalan pelan disamping saya. Kalo saya capek, kami diam dulu duduk ato jongkok di pinggir jalan. Setelah sampai di McD, kami makan dengan sangat lahap. Saya yakin ga sedikit tatapan mata yang mampir ke arah kami. Saat di toilet, baru saya sadar kenapa banyak yang ngeliatin kami. Kami dekil banget!! Hahaha...

Setelah makan rencananya adalah naik busway ke Dukuh Atas. Trus ke Stasiun Sudirman ngejar kereta api pagi ke BSD. Saya sih ga tau jalan. Makanya saya percaya aja sama teman saya ini. Hidup saya bergantung padanya saat itu. Saya udah pasrah.
  Jam setengah 6 kami udah duduk manis di busway. Ga taunya? Kami salah naik busway. Yang seharusnya ke arah Blok M, ini naik yang ke arah Harmoni. Kami turun entah di halte mana dan kami muter lagi. Kali ini ga kebagian duduk di busway. Kaki dan badan sudah mulai terasa remuk. Kami turun di Halte Dukuh Atas. Kirain deket, taunya ke Stasiun Sudirmannya masih jalan kaki jauh. Jauhlah buat saya yang udah jalan kaki semaleman dan ga tidur. Rasa-rasanya udah mau pingsan. Teman saya juga udah keliatan capek. Tapi dia selalu memberi saya semangat dan selalu menceritakan hal-hal lucu. Sehingga mau ga mau saya tertawa juga. Sampe stasiun, taunya kalo weekend ga ada kereta ke BSD pagi-pagi. Saya sih udah selonjoran di lantai. Pengen mewek rasanya. Temen saya itu yang tanya-tanya harus kemana. Naik apa? Sialnya saat itu car free day pula. Saya udah pengen rasanya ngegoler di jalan raya. Kata petugas disana, ada kereta pagi dari Tanah Abang yang berangkat jam 8an ke BSD. Yang jadi permasalahan kesananya gimana? Huhuhu...

Kami melanjutkan perjalanan ke arah bawah sampe ketemu halte busway sebelum Halte Dukuh Atas. Tau deh apa namanya. Saya udah mulai merengek. Saya nangkel di tangga meluk tiang. Saya ga mau naik-naik tangga lagi. Saya udah ga punya tenaga. Jalan aja kalo saya ga ditarik, saya didorong sama dia. Dia cuma ngetawain saya. Yang ada akhirnya saya duduk di pinggir jalan raya. Ngeliatin dan diliatin sama orang-orang yang sesepedahan. Mereka masih segar-segar. Kami lepek banget. Sungguh ironis. Dan mengenaskan.


Sampe akhirnya mata ini melihat bus patas jurusan ke Blok M. Trus saya keinget. Kalo ga salah dari Blok M, ada kopaja yang jurusannya ke Tanah Abang. Saya antusias. Daripada saya harus turun naik busway, capek. Mending naik kopaja walau nunggu busnya juga lumayan lama. Di bus saya sempat tidur. Saya dibangunin pas udah di Blok M. Jalan lagi clingak-clinguk nyari kopaja ke Tanah Abang. Ngelirik jam udah jam 7 lebih. Kereta jam 07.45 Dag dig dug takut ga keburu. Biasa kan kopaja lama ngetemnya. Temen saya sih udah tidur pulas. Tapi, sepertinya saya juga tertidur waktu itu. Karena tau-tau si kenek teriak udah sampe Tanah Abang. Kami terbangun dan langsung turun. Udah turun kopaja, bingung. Ini dimana? Udah jam setengah 8 dan kami ga tau dimana (۳˚Д˚)۳

Tanya-tanya, ternyata kalo ke stasiunnya masih harus jalan muter atau naik bajaj sebentar. Ah, ga pake pikir panjang. Kami langsung naik bajaj. Begitu sampe, teman saya itu langsung turun dan lari ke arah loket. Habis saya bayar bajaj saya juga nyusul dia. Ketar-ketir. Untungnya, kami masih keburu beli tiket. Malah masih sempat nunggu setengah jam'an karena keretanya belum dateng. Di kereta kami ga tidur. Malah semangat lagi jadi ngobrol dan ngetawain kelakuan kami sepanjang malam. What a day!! Kami pun berjanji bahwa hal ini akan selalu kami kenang dalam ingatan kami. Saya ga tau apa dia masih mengingat kenangan ini seperti halnya saya.

Saya sampe di kostan jam stgh 10 langsung tidur. Bangun-bangun jam 7 malem. Mbak pengurus kost sampe takut saya kenapa-kenapa karena sejak pulang ga keluar-keluar kamar. Udah pulang dalam keadaan dekil and the kumel banget. Entah apa yang si mbak pikirkan.


Dari situ deh, pacar teman saya ini jadinya cemburu sama saya. Padahal ga ada yang harus dicemburuin. Entah apa yang suka teman saya ceritakan ke pacarnya ini tentang saya, sampe pacarnya cemburu gitu. Temen-temen kantor juga sukanya ngegosip yang engga-engga sih. Suka komen aneh-aneh di foto-foto FB yang ada kami berdua. Saya juga sudah pernah menjelaskan situasi sebenarnya sama si pacar teman ini tapi tidak ditanggapi. Ya sudah mau bagaimana? Tapi di kantor hubungan saya dengan teman saya ini tetap profesional. Dan pertemanan kami juga masih berlanjut wajar adanya seperti biasa.


Dia ini teman baik saya. Yang suka nganterin saya kl pulang malem. Yang pernah nganterin saya ke dokter sewaktu saya sakit. Tapi ya porsinya teman. Saya juga pernah nganterin temen laki-laki saya yang lain ke dokter malem-malem. Niatnya kan menolong teman, ga ada sangkut pautnya dengan perasaan. Kalo main atau nonton bareng atau olahraga pun selalu rame-rame dengan yang lainnya. 
 
Ketika sakit pacar saya sudah sangat parah dan akhirnya meninggal, dia yang menguatkan saya (Pacar saya ini dari sebelum pacaran sama saya udah sakit gelenjar getah benih). Teman saya ini yang selalu mensupport saya. Ketika itu, saya sudah ga kerja lagi. Tapi kami masih berkomunikasi dengan baik. Sebelum pacar saya meninggal, dia diputusin sama pacarnya.

Suatu hari, awal th baru 2010. Saya berencana untuk bertemu dengan dia dan beberapa teman saya. Saya sudah menyiapkan hadiah th baru segala. Tepat 1 hari sebelum kami bertemu. Dia telepon saya. Memberitahu 2 hal. Kabar buruk dan kabar baik. Kabar baiknya, pacarnya mau jadian lagi sama dia. Kabar buruknya, pacarnya meminta dia memutuskan hubungan pertemanan dengan saya.


Saya sedih sekali. Saya salah apa? Saya ga pernah jatuh cinta dengan teman saya ini apalagi sampe merebut dia dari pacarnya. Saya bilang, ga apa. Yang penting dia bahagia. Walau logika dan hati ini ga terima diperlakukan begitu. Karena saya ga tau apa salah saya. Sudah saya kehilangan pacar saya, saya juga kehilangan teman baik saya.


Saya menitipkan hadiah saya untuknya melalui teman-teman yang bertemu dengan saya. Dia sms saya mengucapkan terima kasih. Sejak saat itu, hubungan saya dengan dia berjarak. Kami jarang berbicara satu sama lain. Saya di remove dari FBnya. Dia minta maaf karena meremove saya, dia bilang kami masih bisa bicara di telepon atau di YM. Itu bukan kemauan dia. Lagi-lagi saya berusaha mengerti. Mungkin jika saya yang ada diposisinya saat itu, saya juga akan melakukan hal yang sama dengan apa yang dia lakukan. Lama kelamaan kami ga pernah ngobrol sama sekali. Ada saatnya ketika melihat dia OL tapi saya ga sapa dia. Dia juga ga sapa saya. Kalo saya malu mau menyapa dia duluan. Malu kalo ga direspon.


Kami benar-benar menjadi dua orang asing yang seolah tidak kenal satu sama lain.


Tapi setiap 3th ini, saya selalu sms dia kalo dia ultah. Saat dia merayakan natal dan tahun baru. Dia membalas saya, walau hanya mengucapkan terima kasih.


Kadang, ketika saya sedang di BSD, saya suka mendatangi tempat yang biasa dia suka datangi. Berharap bisa tak sengaja bertemu. Tapi mungkin memang belum waktunya. Saya ga mau telepon dia dan sengaja membuat janji temu karena saya ingat kata-katanya dulu, tepat di Tanggal 9 bulan 9 th 2009, kami pernah jalan-jalan berdua. Dan dia bilang kalo berjodoh untuk berteman entah kapan suatu saat nanti tanpa janjian kita akan ketemu lagi. Sekarang, kalo bertemu juga saya ga tau harus bicara apa. Mungkin dia sudah berubah sama halnya seperti saya.


2 Th lalu saya dengar, dia sudah menikah dengan pacarnya itu dan sekarang malah sudah memiliki anak perempuan yang cantik.

   
Saya ga tau dimana dia sekarang. Apa dia masih mengingat saya seperti saya yang masih mengingat dia? Entahlah..

Untuk yang tau tentang kami dan masih bertemu dengan dia. Tolong sampaikan salam saya untuknya ya. Semoga Tuhan selalu beserta dia dan keluarganya ^^
 
“Best Friends have conversation that are impossible to understand by other people” - @FreddyAmazin

Tuesday, 14 August 2012

When I Asked God

When I Asked God for Strength
He Gave Me Difficult Situations to Face

When I Asked God for Brain & Brown
He Gave Me Puzzles in Life to Solve

When I Asked God for Happiness
He Showed Me Some Unhappy People

When I Asked God for Wealth
He Showed Me How to Work Hard

When I Asked God for Favors
He Showed Me Opportunities to Work Hard

When I Asked God for Peace
He Showed Me How to Help Others

God Gave Me Nothing I Wanted
He Gave Me Everything I Needed.

By: Swami Vivekananda