Sudah 3th berlalu. Pertemuan-pertemuan kami masih terasa seperti baru
kemarinnya. Wajahnya pun belum pudar dalam ingatan. Kenangan-kenangan
manis yang pernah kami jalani pun masih terekam jelas. Tapi saya sudah
tidak dapat mendengar suaranya, apalagi menyentuhnya. Saya sudah tidak
bisa lagi melihatnya di sini, atau di manapun. Dia hidup dalam ingatan
saya, dan terkadang dia menghampiri saya dalam mimpi. Satu yang pasti,
saya tahu dia sudah berbahagia disisiNya.
Arie Hansyah. Lelaki baik yang pernah saya kenal. Arie yang tidak pernah mengenal kata menyerah. Arie yang selalu bersyukur dalam segala hal. Jarang sekali saya mendengar keluhannya. Saya belajar banyak dari Arie.
Awalnya, bukan hal yang mudah untuk menjalin hubungan dengan Arie. Selain luasnya jarak yang terbentang di antara kami (saya di Jakarta, Arie di Banjarmasin), kondisi Arie juga tidak seperti lelaki sehat lainnya. Arie mengidap kanker kelenjar getah bening, sudah 2 tahun sebelum kembali bertemu saya (dulu, saya dan Arie pernah bertemu disuatu kesempatan, saat saya masih mengerjakan tugas akhir). Saya tidak mau ambil resiko. Kami berteman biasa, saling berbagi cerita setiap harinya.
Saat itu, saya sedang ingin melupakan seseorang dalam kehidupan cinta saya. Saya bilang sama Arie, "Pernah nih dengar ada yang bilang, kalau disakiti dengan laki-laki, obatnya adalah laki-laki lain." Arie tanpa ragu menawarkan dirinya, "Aku mau jadi obat yang kamu butuhkan." Namun saya tidak langsung menanggapinya. Dari situ, setiap harinya kami menjadi semakin dekat.
Secara diam-diam saya mencari tahu tentang penyakit ini. Bagaimana solusinya. Apa ada yang pernah bertahan hidup dari penyakit ini? Semakin saya banyak mencari tahu dan membaca saya semakin stress sendiri. Saya siap ga ya? Saya bisa ga ya menjadi pendamping yang baik untuk Arie?
Tapi pada akhirnya cinta mengalahkan segalanya. Buat saya, mencintai Arie tidaklah susah, apalagi dia memperlakukan saya dengan baik, sopan dan penuh kasih sayang. Jarak jauh juga lama-kelamaan tidak jadi masalah untuk kami.
Dua hal yang terpenting dalam hubungan kami adalah kejujuran dan kepercayaan. Arie pernah bilang, "Sekali kita berbohong kita akan selalu berbohong ke depannya untuk menutupi kebohongan kita yang pertama."
Sejak Arie tau bahwa dia menderita penyakit kanker kelenjar getah bening ini, dia tidak mau merepotkan ibu dan kakaknya. Dia bekerja keras tanpa mengenal waktu untuk mendapatkan uang yang bisa membiayai pengobatannya. Padahal Arie itu ga boleh terlalu capek dan banyak pikiran. Tapi itulah Arie. Dia ga mau orang memperlakukan dia seperti orang yang sakit. Saya semampu saya membantu pengobatan Arie. Kami berdua mencari dan mencoba pengobatan alternatif. Tapi berobat ke rumah sakit pun masih dijalani.
Jujur, ada kalanya saya lelah. Ada kalanya saya tegar dan kuat di depan Arie, dan di belakangnya saya manangis meraung seorang diri karena saya merasa tidak kuat lagi menjalani ini semua. Dia juga begitu, ada kalanya dia menghilang tanpa kabar sama sekali. Terlintas juga dalam pikirannya untuk pergi dalam hidup saya sebelum semua terlambat. Saat itu saya ga paham, jika dia menghilang tidak ada kabar artinya dia sedang kesakitan. Saya selalu mengontrol keadaan dia lewat teman-temannya. Tapi belakangan saya tahu, temannya pun menyembunyikan sakitnya Arie dari saya atas permintaan Arie.
Dia berulang tahun saat hubungan kami sudah berjalan 11 bulan. Saya tidak ada di sana bersamanya. Saat itu dia sedang menghilang pula dari saya. Saya menghubungi beberapa temannya dan diam-diam menyiapkan pesta ulang tahun sederhana untuknya. Betapa terkejut dan bahagianya dia saat itu. Saat tahu saya yang mempersiapkan semuanya, dia telepon saya mengucapkan terima kasih dan menangis. Pertama kalinya saya mendengar Arie menangis. Bahkan Arie tidak menangis saat ia kehilangan ayahnya. Arie tidak menangis saat ia hidup dalam kesusahan. Arie tidak menangis saat divonis sebagai penderita kanker. Arie juga tidak menangis saat ia merasa kesakitan. Tapi hari itu, saya membuat Arie menangis. Semoga itu tangis bahagianya. Semoga benar saya cukup memberi kebahagiaan untuk Arie seperti yang ia ucapkan malam itu.
Pernah suatu kali beberapa waktu kemudian, Arie menghilang. Setiap hari, walau telepon saya ga diangkat, saya tetap telepon dia. Tetap saya sms dia seperti biasa. Setelah berhari-hari tidak ada kabar, akhirnya suatu sore, saat saya sedang bersiap untuk pulang kerja, saya menerima pesan mms dari Arie. Ketika saya buka saya kaget sekali. Saya cepat-cepat tutup karena terlalu kaget. Arie mengirimkan fotonya kepada saya. Yang buat saya terkejut adalah, foto itu sudah bukan Arie yang dulu terakhir saya lihat. Foto itu hanya menampakan wajah orang yang dibalut hanya dengan tulang. Ya Tuhan, secepat itukah? Saya sudah ga konsen ngapa-ngapain. Hati saya perih, badan saya mendadak lemas sekali. Air mata juga sudah sangat sulit untuk ditahan. Yang saya inginkan hanya sampai di kostan dengan cepat.
Baru saja saya meninggalkan gedung kantor, Arie sms, isinya "Lihat, aku yang sekarang seperti ini. Kamu masih mau sama aku? Kamu masih mau mendampingi aku? Aku yang melihat diriku saja merasa tidak pantas sama sekali untuk bersama dengan kamu. Maafin aku.."
Seketika air mata saya mengalir dengan deras. Saya tetap berjalan sambil terisak dalam diam. Saya sudah tidak mempedulikan lagi tatapan ingin tahu dari orang-orang. Saya berjalan dengan cepat. Sesekali saya berhenti berjalan untuk sekedar mengatur emosi dan air mata yang sulit ditahan. "Jangan menangis di sini, kamu harus kuat, kamu pasti bisa bertahan!" Saya menguatkan diri saya sendiri.
Sesampai di kostan saya langsung menangis meraung sejadi-jadinya. Saya tidak bisa memikirkan apapun. Sampai akhirnya saya tersadar hanya Allah yang bisa bantu saya. Saya berdoa dan berdoa sampai saya mendapat ketenangan. Lalu saya telepon Arie. Kali ini dia mau mengangkat telepon saya. Dengan susah payah menahan tangis, saya bilang, "Aku ga keberatan dengan keadaan kamu sekarang. Itu bukan alasan yang bagus untuk kamu menyingkirkan aku. Kita sudah berjuang bersama-sama selama ini, kamu pikir aku akan menyerah? Kamu salah. Suka atau engga, aku akan tetap mendampingi kamu, karena aku sayang sama kamu! Dan aku lebih tahu pasti bahwa sebetulnya kamu lebih sayang sama aku!" Saya berusaha mengucapkan kata-kata itu dengan sesantai mungkin, supaya Arie tahu bahwa saya tidak terganggu dengan foto yang dia kirimkan. Saya harus kuat di depan Arie. Besoknya dia kembali bersikap seperti biasanya.
Hubungan kami kembali berjalan dengan baik. Namun itu tidak bertahan lama. Dia kembali menghilang, saya juga diombang-ambing perasaan sayang, khawatir, takut, sedih, bosan, semua bercampur menjadi satu. Kami jarang berkomunikasi. Tapi saya selalu tanya sama teman-temannya bagaimana keadaan Arie. Mereka menenangkan saya dengan bilang bahwa Arie baik-baik saja.
Suatu hari, beberapa jam sebelum saya berulang tahun. Dia dihubungi oleh adik saya, yang menceritakan betapa saya merindukan Arie. Arie telepon saya dan bilang maaf lagi. Dia juga bilang bahwa dia juga tersiksa karena merindukan saya. Kami kembali berbaikan. Lalu tepat jam 12 malam dimana saya berulang tahun, Arie telepon lagi, dia bilang, "Sayang, aku ga bisa dateng di hari ulang tahun kamu. Aku juga ga bisa kasih kamu apa-apa. Tapi aku mau kamu dengar ini...", kemudian saya dengar alunan lagu DIA ~ Malique N D’Essential dibawakan oleh dia dengan nafas terputus-putus, dengan suara yang sepertinya sangaaat lelah serta diiringi oleh teman-temannya dengan gitar dan panci ato ember juga mungkin :)
Arie Hansyah. Lelaki baik yang pernah saya kenal. Arie yang tidak pernah mengenal kata menyerah. Arie yang selalu bersyukur dalam segala hal. Jarang sekali saya mendengar keluhannya. Saya belajar banyak dari Arie.
Awalnya, bukan hal yang mudah untuk menjalin hubungan dengan Arie. Selain luasnya jarak yang terbentang di antara kami (saya di Jakarta, Arie di Banjarmasin), kondisi Arie juga tidak seperti lelaki sehat lainnya. Arie mengidap kanker kelenjar getah bening, sudah 2 tahun sebelum kembali bertemu saya (dulu, saya dan Arie pernah bertemu disuatu kesempatan, saat saya masih mengerjakan tugas akhir). Saya tidak mau ambil resiko. Kami berteman biasa, saling berbagi cerita setiap harinya.
Saat itu, saya sedang ingin melupakan seseorang dalam kehidupan cinta saya. Saya bilang sama Arie, "Pernah nih dengar ada yang bilang, kalau disakiti dengan laki-laki, obatnya adalah laki-laki lain." Arie tanpa ragu menawarkan dirinya, "Aku mau jadi obat yang kamu butuhkan." Namun saya tidak langsung menanggapinya. Dari situ, setiap harinya kami menjadi semakin dekat.
Secara diam-diam saya mencari tahu tentang penyakit ini. Bagaimana solusinya. Apa ada yang pernah bertahan hidup dari penyakit ini? Semakin saya banyak mencari tahu dan membaca saya semakin stress sendiri. Saya siap ga ya? Saya bisa ga ya menjadi pendamping yang baik untuk Arie?
Tapi pada akhirnya cinta mengalahkan segalanya. Buat saya, mencintai Arie tidaklah susah, apalagi dia memperlakukan saya dengan baik, sopan dan penuh kasih sayang. Jarak jauh juga lama-kelamaan tidak jadi masalah untuk kami.
Dua hal yang terpenting dalam hubungan kami adalah kejujuran dan kepercayaan. Arie pernah bilang, "Sekali kita berbohong kita akan selalu berbohong ke depannya untuk menutupi kebohongan kita yang pertama."
Sejak Arie tau bahwa dia menderita penyakit kanker kelenjar getah bening ini, dia tidak mau merepotkan ibu dan kakaknya. Dia bekerja keras tanpa mengenal waktu untuk mendapatkan uang yang bisa membiayai pengobatannya. Padahal Arie itu ga boleh terlalu capek dan banyak pikiran. Tapi itulah Arie. Dia ga mau orang memperlakukan dia seperti orang yang sakit. Saya semampu saya membantu pengobatan Arie. Kami berdua mencari dan mencoba pengobatan alternatif. Tapi berobat ke rumah sakit pun masih dijalani.
Jujur, ada kalanya saya lelah. Ada kalanya saya tegar dan kuat di depan Arie, dan di belakangnya saya manangis meraung seorang diri karena saya merasa tidak kuat lagi menjalani ini semua. Dia juga begitu, ada kalanya dia menghilang tanpa kabar sama sekali. Terlintas juga dalam pikirannya untuk pergi dalam hidup saya sebelum semua terlambat. Saat itu saya ga paham, jika dia menghilang tidak ada kabar artinya dia sedang kesakitan. Saya selalu mengontrol keadaan dia lewat teman-temannya. Tapi belakangan saya tahu, temannya pun menyembunyikan sakitnya Arie dari saya atas permintaan Arie.
Dia berulang tahun saat hubungan kami sudah berjalan 11 bulan. Saya tidak ada di sana bersamanya. Saat itu dia sedang menghilang pula dari saya. Saya menghubungi beberapa temannya dan diam-diam menyiapkan pesta ulang tahun sederhana untuknya. Betapa terkejut dan bahagianya dia saat itu. Saat tahu saya yang mempersiapkan semuanya, dia telepon saya mengucapkan terima kasih dan menangis. Pertama kalinya saya mendengar Arie menangis. Bahkan Arie tidak menangis saat ia kehilangan ayahnya. Arie tidak menangis saat ia hidup dalam kesusahan. Arie tidak menangis saat divonis sebagai penderita kanker. Arie juga tidak menangis saat ia merasa kesakitan. Tapi hari itu, saya membuat Arie menangis. Semoga itu tangis bahagianya. Semoga benar saya cukup memberi kebahagiaan untuk Arie seperti yang ia ucapkan malam itu.
Pernah suatu kali beberapa waktu kemudian, Arie menghilang. Setiap hari, walau telepon saya ga diangkat, saya tetap telepon dia. Tetap saya sms dia seperti biasa. Setelah berhari-hari tidak ada kabar, akhirnya suatu sore, saat saya sedang bersiap untuk pulang kerja, saya menerima pesan mms dari Arie. Ketika saya buka saya kaget sekali. Saya cepat-cepat tutup karena terlalu kaget. Arie mengirimkan fotonya kepada saya. Yang buat saya terkejut adalah, foto itu sudah bukan Arie yang dulu terakhir saya lihat. Foto itu hanya menampakan wajah orang yang dibalut hanya dengan tulang. Ya Tuhan, secepat itukah? Saya sudah ga konsen ngapa-ngapain. Hati saya perih, badan saya mendadak lemas sekali. Air mata juga sudah sangat sulit untuk ditahan. Yang saya inginkan hanya sampai di kostan dengan cepat.
Baru saja saya meninggalkan gedung kantor, Arie sms, isinya "Lihat, aku yang sekarang seperti ini. Kamu masih mau sama aku? Kamu masih mau mendampingi aku? Aku yang melihat diriku saja merasa tidak pantas sama sekali untuk bersama dengan kamu. Maafin aku.."
Seketika air mata saya mengalir dengan deras. Saya tetap berjalan sambil terisak dalam diam. Saya sudah tidak mempedulikan lagi tatapan ingin tahu dari orang-orang. Saya berjalan dengan cepat. Sesekali saya berhenti berjalan untuk sekedar mengatur emosi dan air mata yang sulit ditahan. "Jangan menangis di sini, kamu harus kuat, kamu pasti bisa bertahan!" Saya menguatkan diri saya sendiri.
Sesampai di kostan saya langsung menangis meraung sejadi-jadinya. Saya tidak bisa memikirkan apapun. Sampai akhirnya saya tersadar hanya Allah yang bisa bantu saya. Saya berdoa dan berdoa sampai saya mendapat ketenangan. Lalu saya telepon Arie. Kali ini dia mau mengangkat telepon saya. Dengan susah payah menahan tangis, saya bilang, "Aku ga keberatan dengan keadaan kamu sekarang. Itu bukan alasan yang bagus untuk kamu menyingkirkan aku. Kita sudah berjuang bersama-sama selama ini, kamu pikir aku akan menyerah? Kamu salah. Suka atau engga, aku akan tetap mendampingi kamu, karena aku sayang sama kamu! Dan aku lebih tahu pasti bahwa sebetulnya kamu lebih sayang sama aku!" Saya berusaha mengucapkan kata-kata itu dengan sesantai mungkin, supaya Arie tahu bahwa saya tidak terganggu dengan foto yang dia kirimkan. Saya harus kuat di depan Arie. Besoknya dia kembali bersikap seperti biasanya.
Hubungan kami kembali berjalan dengan baik. Namun itu tidak bertahan lama. Dia kembali menghilang, saya juga diombang-ambing perasaan sayang, khawatir, takut, sedih, bosan, semua bercampur menjadi satu. Kami jarang berkomunikasi. Tapi saya selalu tanya sama teman-temannya bagaimana keadaan Arie. Mereka menenangkan saya dengan bilang bahwa Arie baik-baik saja.
Suatu hari, beberapa jam sebelum saya berulang tahun. Dia dihubungi oleh adik saya, yang menceritakan betapa saya merindukan Arie. Arie telepon saya dan bilang maaf lagi. Dia juga bilang bahwa dia juga tersiksa karena merindukan saya. Kami kembali berbaikan. Lalu tepat jam 12 malam dimana saya berulang tahun, Arie telepon lagi, dia bilang, "Sayang, aku ga bisa dateng di hari ulang tahun kamu. Aku juga ga bisa kasih kamu apa-apa. Tapi aku mau kamu dengar ini...", kemudian saya dengar alunan lagu DIA ~ Malique N D’Essential dibawakan oleh dia dengan nafas terputus-putus, dengan suara yang sepertinya sangaaat lelah serta diiringi oleh teman-temannya dengan gitar dan panci ato ember juga mungkin :)
Temukan apa arti dibalik cerita
Hati ini terasa berbunga-bunga
Membuat seakan aku melayang
Terbuai asmara
Adakah satu arti dibalik
tatapan
Tersipu malu akan sebuah senyuman
Membuat suasana menjadi nyata
Begitu indahnya
Dia seperti apa yang selalu ku nantikan aku inginkan
Dia melihat ku apa adanya seakan ku sempurna
Tanpa buah kata kau curi hati ku
Dia tunjukkan dengan tulus cintanya
Terasa berbeda saat bersamanya
Aku jatuh cinta
Dia bukakan pintu hati ku yang lama tak bisa ku percayakan cinta
Hingga dia disini memberi cinta ku harapan
Kali itu saya yang menangis dan tertawa. Bahagia.
Saya ga sangka bahwa itu adalah hal terakhir dan terindah yang bisa Arie berikan untuk saya.
Sejak tanggal 22 Oktober 2009, Arie sangat aneh. Sebentar-sebentar telepon. Jam 3 subuh sudah telepon. Dia ga bilang apa-apa. Cuma kangen katanya. Dia juga bilang, kaki dia bengkak dipake jalan susah. Tapi lagi-lagi dia bilang dia masih baik-baik saja.
Sampe akhirnya tanggal 24 Oktober 2009, Subuh-subuh, saya ditelepon salah seorang teman Arie. Dia bilang, Arie masuk rumah sakit karena sesak nafas sejak malam. Itu pun Arie dibawa paksa oleh teman-temannya. Saya menghubungi Arie secepatnya. Saya bilang saya mau ke Banjarmasin. Dia melarang saya. Dengan suara yang sangat lemah dia bilang, "Sayang ga usah kesini. Aku baik-baik aja kok. Kamu jangan khawatir. Kalo kamu sayang sama aku tolong jangan kesini. Kamu malah buat aku khawatir kalo kamu kesini sendirian. Yah sayang, nurut ya sama aku. Aku ga minta apa-apa lagi deh. Janji.." Saya dengan sekuat tenaga menggigit bibir saya sampai berdarah agar Arie tidak dengar tangisan saya. Saya ga bisa bilang apa-apa. Dengan susah payah, saya bilang, "Ya udah kalo itu mau kamu. Nurut sama dokter ya, cepat sembuh, Rie.." Saya tutup teleponnya dengan cepat.
Saya telepon teman Arie, untuk memastikan bagaimana keadaan dia yang sebenarnya. Saya bilang saya mau datang ke Banjarmasin. Tapi teman Arie juga melarang saya datang. Dia cerita, kalo Arie pernah bilang, ga mau menemui saya dengan keadaannya seperti itu. Arie mau saya mengingat Arie, seperti saat Arie sehat. Seperti Arie yang sedang datang menemui saya. Bukan yang seperti itu, kurus, menghitam, tak bertenaga. Dia bilang, hargai dan hormati permintaan Arie. Arie ga ingin terlihat seperti saat itu dalam ingatan saya. Saya mengalah. Saat itu rasanya memang mungkin saya benar-benar tidak sanggup untuk bertemu dengan Arie. Baru lihat fotonya aja saya sudah histeris. Apalagi jika saya tidak bisa menahan diri depan Arie. Bisa-bisa saya malah jadi beban pikiran Arie.
Setiap saat saya selalu sms Arie. Saya memberi dia semangat. Jangan putus asa. Bahwa Arie pasti sembuh. Bahwa sebentar lagi kami pasti bertemu. Pasti! Saat itu adalah saat-saat terberat dalam hidup saya. Saya berusaha untuk ceria, optimis dan semangat di depan Arie, padahal saya sendiri sangat sedih, saya sendiri butuh untuk dikuatkan. Setiap saya telepon, Arienya tidur. Saya hanya bicara dengan kakaknya dan temannya.
Saya menyembunyikan hal ini dari semua kecuali dua orang sahabat baik saya. Pikiran saya juga selalu kosong. Walau saat itu saya berada di tengah keluarga dan keramaian, tapi saya merasa sendiri. Jiwa saya tidak menyatu dengan raga saya. Apalagi sampai malam tiba saya masih tidak bisa bicara dengan Arie. Saya sudah merasa ada yang disembunyikan dari saya. Apalagi kalau saya bicara sama kakaknya, kakaknya nangis terus, dia bilang saya harus kuat dan sabar.
Besok pagi sampe sore keadaan masih seperti sebelumnya. Saya masih ga bisa hubungi Arie. Puluhan sms saya juga ga dibales. Saya merasa seperti zombie. Saya hanya bisa berdoa dan berdoa. Baru malamnya, sekitar jam 8, saya bisa bicara dengan Arie. Saya senaaaang sekali mendengar suara orang yang sangat saya rindukan. Saya tanyain gimana kabarnya? Perasaannya? Saya semangatin dia dengan keceriaan yang saya buat-buat. Ga ada kata-kata perpisahan. Dia cuma bilang saya harus jaga kesehatan. Itu aja, terus dia bilang dengan suara yang sangat lemah kalau dia ngantuk. Dan terdengar seperti dia sudah setengah sadar, dia bilang, "I Love You.."
Sehabis itu saya sholat. Dalam sholat saya kali itu ada yang berbeda. Saya tidak lagi memohon kesehatan dan kesembuhan bagi Arie. Dalam doa saya malam itu, saya berkata "Ya Allah, saya memasrahkan semuanya kepadaMu. Jika Engkau menginginkan Arie untuk sembuh, maka sembuhkanlah. Dan jika Engkau menginginkan sebaliknya, saya sudah ikhlas Ya Allah, saya relakan Arie bersama denganMu. Tolong Arie jangan diberi sakit yang berkepanjangan."
Keesokan subuh, tepat pukul 05.14, temannya Arie telepon. Dia mengabarkan bahwa Arie meninggal.
------------
#30HariLaguKuBercerita
Saya persembahkan untuk Alm. Arie Hansyah, sahabat, kakak dan kekasih terbaik yang pernah mengisi lembaran hidup saya.
Teman saya pernah bilang, "Ikhlas adalah kata yang tepat untuk menutupi luka batin tanpa bisa menutupi luka itu sendiri. Luka yang ga akan sembuh walau sudah bertahun-tahun."
Memang kurang lebih begitu tapi sekarang saya yakin Allah punya rencana terindah untuk saya. Dan yang lebih indah, Arie sudah tidak sakit lagi ^^
No comments:
Post a Comment