Translate

Sunday, 30 December 2012

Yang Harus Dipikirkan Sebelum Menikah

Yang ada di dalam pikiran saya sejak dulu, saat saya menikah nanti, saya akan ikut dengan suami saya dalam keadaan susah dan senang. Ketika sudah membuat keputusan untuk menikah, artinya sudah siap hidup terpisah dari orangtua, siap mengurus rumah tangga, siap untuk menjadi ibu yang baik, siap hidup mandiri, apa-apa ga minta orangtua lagi dan yang paling penting serta utama adalah siap menjadi wanita yang taat dengan perintah Allah dan suami serta orangtua.

Jika yang paling utama saja belum bisa kita laksanakan, gimana bisa siap menjalani yang lainnya? Perbaiki kualitas dan keimanan kita dulu baru menikah. Insya Allah yang lainnya akan dimudahkan.

Hal lain yang selalu saya pertimbangkan adalah, bahwa setelah menikah, saya ga mau lagi tinggal dengan orangtua atau dengan mertua saya. Saya tidak mau merepotkan mereka. Jika belum mampu untuk membeli sebuah tempat tinggal, tidak ada salahnya mengontrak dulu. Ga ada biaya buat ngontrak juga? Loh pernikahan kan ga cuma siap fisik aja, tapi mental dan financial. Kalau untuk biaya ngontrak aja ga ada apalagi untuk biaya yang lain-lainnya? Apa bisa dibilang seseorang siap menikah dengan kondisi demikian? Saat laki-laki meminang kita, artinya dia sudah sanggup untuk menghidupi dirinya,  istrinya dan calon anak-anaknya. Menikah itu ibadah. Tapi kalo sekedar menikah saja tanpa mempertimbangkan kehidupan setelah menikah, yang ada bukan ibadah. Menikahi anak gadis orang artinya siap bertanggung jawab dunia akherat.  Ga mampu melakukan itu, artinya kita belum siap untuk menikah.

Sebagai orangtua mungkin mereka ga akan keberatan jika kita masih menumpang di rumah mereka. Pernah ga kepikiran saat kita sakit atau hamil, lalu melahirkan, anak sakit, butuh beli susu dan lain-lainnya, tapi keadaan kita dan suami belum mapan (tidak punya tabungan, misalnya..), suami istri kerja tapi anak ga ada yang ngurusin. Apa orangtua kita akan diam saja? Tentu tidak kan? Masak iya tega, sudah menikah masih jadi beban orangtua? Iya jika orangtuanya adalah orang yang berada. Jika kondisinya sudah tidak kerja dan sakit-sakitan? 

Yang harus orangtua saya lihat nanti adalah saya hidup bahagia bersama pasangan saya. Seseorang yang saya pilih untuk mendampingi saya, melengkapi saya dan ibadah saya, seumur hidup saya. Yang susah-susahnya ga usahlah orangtua tau. Jadi ga nambah-nambahin pikiran mereka. Belajar dari pengalaman orang lain, memang ga mudah membina hubungan suatu rumah tangga, jadi dengan tinggal terpisah dari orangtua itu adalah kesempatan dimana kita belajar menghadapi proses kehidupan rumah tangga yang sebenar-benarnya.

Dengan hidup terpisah dari orangtua, harusnya kita akan menjalani hak dan kewajiban kita dengan lebih dewasa, bijak dan penuh tanggungjawab.

Yang namanya perempuan. Mau dia wanita karier atau bukan, tetap saja pada akhirnya dia yang akan mengurus rumah tangga. Ga semua perempuan beruntung ketika sudah menikah bisa mempekerjakan seseorang untuk membantunya mengurus persoalan rumah tangga. Pulang kerja, capek, tapi cucian baju dan piring menumpuk. Harus setrika baju. Masih harus masak dan lain-lain. Yah ga boleh mengeluh, memang sudah harus begitu. Jika tinggal berdua dengan pasangan mungkin masih bisa ditunda sampai akhir pekan dan kemudian akan diselesaikan bersama. Tapi jika masih tinggal sama orangtua atau mertua, apa engga malu kalau engga ngebantuin? Apa iya yang menyiapkan makanan sehari-hari dan bekal untuk ke kantor masih orangtua atau mertua? Mau nyusahin orangtua sampe kapan? Jika kita mengalami kondisi ini artinya kita belum siap untuk menikah.

Selain itu, kita sebagai perempuan juga dituntut untuk membesarkan anak dan mendidiknya, jadi jika kita tidak siap dengan hal-hal yang utama dan mendasar, kita nanti ga akan bisa mendidik anak kita dengan baik. Berdasarkan pengalaman orang-orang juga nih, membesarkan anak itu ga mudah. Harus bangun tengah malam saat anak menangis, padahal saat itu kondisi kita sudah capek setelah seharian bekerja. Jika kita ga siap dengan kondisi seperti ini, lagi-lagi artinya kita belum siap untuk kehidupan pernikahan.

Untuk saya pribadi, kenapa harus terburu-buru untuk menikah jika memang kondisinya masih tidak siap seperti di atas. Untuk beberapa orang mungkin tidak berpikiran serumit saya. Tapi kita lihat saja bagaimana hasil pernikahan yang memang dijalankan dengan persiapan matang dan tidak. Berkaca dengan diri kita sendiri. Sesiap apa kita? Jika mengurus diri sendiri saja kita masih ga mampu, yang dipikirkan selalu saja persoalan diri sendiri, uang masih minta orangtua padahal kita sudah bekerja, tidak bertanggung jawab terhadap kebersihan dan kerapihan diri sendiri, berdoa juga kalo inget aja, gimana nanti setelah berumah tangga?
 
Ayo perempuan-perempuan cantik, yuk sama-sama memperbaiki kualitas dan keimanan dalam diri kita suapaya kita bisa menjadi calon ibu dan istri yang baik bagi anak-anak dan suami kita, juga menjadi anak yang membanggakan bagi orangtua kita ^^

No comments:

Post a Comment