Translate

Monday, 14 January 2013

Takdir Cintaku

Sayangku,

Maaf atas keterlambatan ini. Tidak mudah bagiku yang pernah mencintaimu (atau masih, entahlah..) untuk menerima kenyataan yang tidak seperti aku bayangkan. Memang, aku sudah jauh-jauh hari mempersiapkan diri untuk menghadapi hal-hal yang akan datang seperti ini. Namun, aku masih terkejut juga saat menghadapinya sekarang.

Sejak aku tahu hatimu tidak lagi untukku, dan lebih memilih dirinya, percayalah.. aku selalu berusaha untuk mengikhlaskannya. Memang aku yang memilih untuk meninggalkanmu tanpa memberimu kesempatan kedua. Untuk apa? Saat kau memutuskan untuk mendua artinya kau sudah tidak menemukan kebahagiaan lagi bersamaku. Kau lebih bahagia bersamanya. Kenapa aku harus menjadi penghalang kebahagiaanmu? Dan untuk apa lagi aku memilikimu tapi jiwa dan hatimu tidak bersamaku? Terlebih, kau juga tidak berusaha untuk mempertahankan aku. 

Sebut saja aku wanita sombong. Yang berusaha setegar mungkin menerima takdir jalan cinta kita. Yang tidak pernah mengemis cinta dan penjelasanmu. Yang tidak pernah menangis di depanmu. Yang tidak pernah membiarkanmu tahu luka hatiku yang begitu mendalam. Biar saja kusimpan semua itu dalam hatiku.

Tapi terkadang, hati dan logikaku tidak berjalan seirama. Ada malam-malam disaat aku sangat merindukanmu dan berharap suatu saat cupid akan mempersatukan kita kembali. Berharap suatu saat kau akan menyadari bahwa akulah yang terbaik untukmu. Dengan harapan-harapan seperti itulah aku mampu bangkit kembali. Membesarkan hati sendiri mengusir resah yang ada. Tapi bagaimana jika harapan itu tak juga jadi nyata? Aku pun sudah berusaha mempersiapkan diriku untuk itu. Ternyata, aku jauh dari kata siap.

“Apa kabar? Maaf lama banget ga kasih-kasih kabar. Oh ya, aku sudah menikah....Juni kemarin. Maaf juga ga ngasih kabar/undangan karena acaranya sederhana, cuma kerabat dekat. Aku terima dan ikhlas kalo kamu marah”

Kubaca lagi pesan singkat yang kuterima darimu pagi ini.

Hufffffff……

Ternyata begini akhir pengharapanku tujuh bulan ini. Aku mulai menertawakan diriku sendiri yang begitu bodoh untuk membangun mimpi-mimpi bahwa suatu saat kau akan kembali, padahal disaat yang sama kau sedang membangun mimpimu bersama wanita lain. Tak kupungkiri, kali ini aku menangis sama hebatnya seperti saat dulu mendengar pengakuan bahwa ada wanita lain dihatimu. Hanya saja, kali ini aku tidak menyembunyikannya darimu.

“Biarkan… !! Biarkan saja dia tau selama ini hatimu luka karena ulahnya! Luka yang bahkan belum kering ini! Biar saja dia tau kau menangis, toh kau memang selalu menangis sejak saat berpisah dengannya!” Egoku berbicara lantang.

Tetapi sayang,

Kau tentu tau sekarang, aku bukanlah wanita seperti itu. Aku adalah wanita sombong yang menyimpan kesedihanku untuk sendiri. Biarlah kau cukup tau bahwa aku memang bersedih saat ini tanpa harus kau tau sesakit apa rasanya.

Terlepas dari semuanya, aku ucapkan selamat atas pernikahanmu. Kenapa aku harus marah? Jika aku marah artinya aku tidak sayang padamu. Yang terpenting adalah kebahagiaanmu. Jujur aku tidak begitu bahagia saat ini. Tapi terlebih aku pun tidak mungkin bisa bahagia saat aku melihatmu tidak bahagia. Yang aku sesalkan dan membuatku bersedih adalah wanita itu bukan aku. Bukan aku wanita yang bisa membahagiakanmu. 

Maafkan aku. Jika kita bertemu kembali di kehidupan yang akan datang, aku akan berusaha untuk membahagiakanmu sehingga tak perlu lagi kau cari wanita lain. Saat ini aku hanya bisa berpasrah dengan takdir cintaku.

Doakan aku untuk segera menemukan kebahagiaan sepertimu. Aku juga akan selalu berdoa untuk kebaikanmu dan terima kasih untuk semua yang pernah kau lakukan untukku, untuk apa yang telah kita jalani bersama, selama dua tahun.

Seperti yang pernah kau janjikan saat membiarkan aku pergi darimu, semoga kita bisa menjalin hubungan yang lebih terhormat sebagai saudara. Salam hormat dan sayangku untuk keluargamu.

-Lib-

No comments:

Post a Comment