Sayangku,
Maaf atas keterlambatan ini. Tidak mudah bagiku yang pernah
mencintaimu (atau masih, entahlah..) untuk menerima kenyataan yang tidak
seperti aku bayangkan. Memang, aku sudah jauh-jauh hari mempersiapkan diri untuk
menghadapi hal-hal yang akan datang seperti ini. Namun, aku masih terkejut juga
saat menghadapinya sekarang.
Sejak aku tahu hatimu tidak lagi untukku, dan lebih memilih
dirinya, percayalah.. aku selalu berusaha untuk mengikhlaskannya. Memang aku yang
memilih untuk meninggalkanmu tanpa memberimu kesempatan kedua. Untuk apa? Saat
kau memutuskan untuk mendua artinya kau sudah tidak menemukan kebahagiaan lagi
bersamaku. Kau lebih bahagia bersamanya. Kenapa aku harus menjadi penghalang
kebahagiaanmu? Dan untuk apa lagi aku memilikimu tapi jiwa dan hatimu tidak
bersamaku? Terlebih, kau juga tidak berusaha untuk mempertahankan aku.
Sebut saja aku wanita sombong. Yang berusaha setegar mungkin
menerima takdir jalan cinta kita. Yang tidak pernah mengemis cinta dan
penjelasanmu. Yang tidak pernah menangis di depanmu. Yang tidak pernah
membiarkanmu tahu luka hatiku yang begitu mendalam. Biar saja kusimpan semua
itu dalam hatiku.
Tapi terkadang, hati dan logikaku tidak berjalan seirama.
Ada malam-malam disaat aku sangat merindukanmu dan berharap suatu saat cupid
akan mempersatukan kita kembali. Berharap suatu saat kau akan menyadari bahwa
akulah yang terbaik untukmu. Dengan harapan-harapan seperti itulah aku mampu
bangkit kembali. Membesarkan hati sendiri mengusir resah yang ada. Tapi
bagaimana jika harapan itu tak juga jadi nyata? Aku pun sudah berusaha
mempersiapkan diriku untuk itu. Ternyata, aku jauh dari kata siap.
“Apa kabar? Maaf lama
banget ga kasih-kasih kabar. Oh ya, aku sudah menikah....Juni kemarin. Maaf juga
ga ngasih kabar/undangan karena acaranya sederhana, cuma kerabat dekat. Aku
terima dan ikhlas kalo kamu marah”
Kubaca lagi pesan singkat yang kuterima darimu pagi ini.
Hufffffff……
Ternyata begini akhir pengharapanku tujuh bulan ini. Aku mulai
menertawakan diriku sendiri yang begitu bodoh untuk membangun mimpi-mimpi bahwa
suatu saat kau akan kembali, padahal disaat yang sama kau sedang membangun
mimpimu bersama wanita lain. Tak kupungkiri, kali ini aku menangis sama
hebatnya seperti saat dulu mendengar pengakuan bahwa ada wanita lain dihatimu. Hanya
saja, kali ini aku tidak menyembunyikannya darimu.
“Biarkan… !! Biarkan
saja dia tau selama ini hatimu luka karena ulahnya! Luka yang bahkan belum
kering ini! Biar saja dia tau kau menangis, toh kau memang selalu menangis sejak
saat berpisah dengannya!” Egoku berbicara lantang.
Tetapi sayang,
Kau tentu tau sekarang, aku bukanlah wanita seperti itu. Aku
adalah wanita sombong yang menyimpan kesedihanku untuk sendiri. Biarlah kau
cukup tau bahwa aku memang bersedih saat ini tanpa harus kau tau sesakit apa
rasanya.
Terlepas dari semuanya, aku ucapkan selamat atas
pernikahanmu. Kenapa aku harus marah? Jika aku marah artinya aku tidak sayang padamu.
Yang terpenting adalah kebahagiaanmu. Jujur aku tidak begitu bahagia saat ini.
Tapi terlebih aku pun tidak mungkin bisa bahagia saat aku melihatmu tidak
bahagia. Yang aku sesalkan dan membuatku bersedih adalah wanita itu bukan aku.
Bukan aku wanita yang bisa membahagiakanmu.
Maafkan aku. Jika kita bertemu
kembali di kehidupan yang akan datang, aku akan berusaha untuk membahagiakanmu
sehingga tak perlu lagi kau cari wanita lain. Saat ini aku hanya bisa berpasrah
dengan takdir cintaku.
Doakan aku untuk segera menemukan kebahagiaan sepertimu. Aku
juga akan selalu berdoa untuk kebaikanmu dan terima kasih untuk semua yang
pernah kau lakukan untukku, untuk apa yang telah kita jalani bersama, selama
dua tahun.
Seperti yang pernah kau janjikan saat membiarkan aku pergi
darimu, semoga kita bisa menjalin hubungan yang lebih terhormat sebagai
saudara. Salam hormat dan sayangku untuk keluargamu.
-Lib-
No comments:
Post a Comment