Translate

Sunday, 25 March 2012

3 M

Vanda: “Mbak coba bilang “Miyako” gitu!”
Gw:  *males-malesan* “Miyako”
Vanda: *gaya centil cherry bell* “Apa Magic com?”
Gw:  *bengong*
Nha: *antusias dengan semangat 45*“Berarti gw magic jar yaaaaa…”
Gw: *apa bener mereka adek-adek gw?*

Wednesday, 7 March 2012

Everyday I Love You :)

Hari ini ga sengaja denger lagu Everyday I Love You yang dinyanyiin sama Boyzone.


Jadi keinget zaman sekolah dulu. Suka request lagu di radio gitu trus kirim-kirim salam. Janjian sama temen-temen kalo jam segitu harus denger radio. Trus besoknya rumpi-rumpi cantik di sekolah. Ah indahnya masa itu :)


Suatu malem, pas lagi denger radio, gw inget banget si penyiarnya ngomong gini, "Dari......Minta lagu Everyday I Love You’nya diputerin buat Neng di Mikael (nama sekolah), pesannya: I Love You Every Second, I Love You Every Minutes, I Love You Every Hour, and I Love You Everyday!"


Sampe sekarang gw masih ga tau siapa yang kirimin lagu itu buat gw. Soalnya baru menyimak pesan itu, setelah penyiarnya nyebut nama gw. Dan di Mikael nama gw cuma satu. Malem itu langsung tlp ke temen-temen yang dengerin radio juga. Mereka juga denger tapi ga ngeh siapa yang ngirimin lagu itu buat gw. Dan ga kepikiran kenapa ga tlp lagi ke radionya.


Besoknya sempat tanya-tanya juga sama beberapa temen cowo yang gerak-geriknya lagi PDKT (Ciyee.. Kek yang banyak aja pengagumnya! *ngikik*), "eh kamu suka denger radio ga?", "eh kamu suka kirim-kirim pesen di radio ga?", tapi ga ada tuh yang ngaku. Sempat kepikiran juga sih dulu, penasaraaaaan bangeeet! *kasian bet kasian* :p


Heboh yaaa.. Maklumlah, lagi puber-pubernya. 


Jadi terima kasih banyak buat kamu yang ngerasa pernah ngirim lagu itu. Pesannya masih tersimpan rapi dalam ingatan ^^

Tuesday, 6 March 2012

Cinta Mati :(

Cerita ini dikisahkan oleh seorang nenek berusia 78th.

Hidup di zaman perang tidaklah mudah. Tapi ia mampu menjalaninya seperti orang kebanyakan. Bersama kedua orangtua dan kakak-kakaknya, ia sering berpindah-pindah tempat mencari tempat tinggal yang aman. Saat itu berpindah-pindah tempat artinya berpindah dari satu tempat ke tempat lain dengan berjalan kaki.

Sampai akhirnya th 1940 mereka menetap di sebuah pedesaan yang jauh di ibu kota. Ia sekolah, belajar membaca dan menulis dengan gadis-gadis lainnya. Hidupnya lebih layak daripada saat masih menjadi pengembara bersama keluarganya. Sepulang sekolah, dia bekerja menjadi pembantu sebuah keluarga ningrat. Ia ini adalah gadis yang jujur. Penuh semangat. Selalu bekerja keras.

Suatu hari di tahun 1950, sepulang sekolah, ia melewati sebuah rumah keluarga belanda. Dia melihat teman kakaknya yang bekerja dirumah itu. Ia melambaikan tangannya. Dia tidak tahu bahwa saat itu ada seseorang yang memperhatikannya diam-diam dibalik jendela.

Besoknya, teman kakaknya yang ia jumpai kemarin, mendatangi rumahnya. Teman kakaknya ini membawa banyak makanan, "ini buat kamu dari sinyo muda, dia suka padamu. Kemarin dia melihatmu saat kamu lewat depan rumah". Sinyo itu adalah pemuda belanda anak tuan rumah dimana si teman kakaknya ini bekerja. Sejak itu, sinyo muda sering memberinya barang dan makanan. Parfum, kain, roti, bahkan suka memberinya uang. Lama kelamaan ia dan sinyo muda itu pun lebih sering bertemu. Saat itu ia berusia 16th dan sinyo muda berusia 18th.

Suatu hari, sinyo muda ini berkata padanya bahwa ia dan keluarganya akan kembali ke Negeri Belanda. Sinyo muda ini menanyakan apa dirinya mau ikut serta bersamanya? Pilihan yang sangat sulit. Ia tidak mau berpisah dengan keluarganya. Tapi ia juga tidak mau kehilangan sinyo muda ini. Setelah lama memikirkannya, ia memutuskan untuk tetap bersama keluarganya. Dan begitulah, akhirnya sinyo muda ini pulang ke negerinya dengan janji bahwa th 1961 sinyo muda ini akan kembali untuk menikahinya. Dia berjanji pada sinyo muda ini untuk setia menunggunya. Apa mau dikata? Sinyo muda ini tak pernah kembali. Dan juga tak pernah memberi kabar sejak meninggalkannya.

Sampai sekarang jauh dalam hatinya nenek ini masih berharap. Dia tidak pernah menikah. Dia menolak setiap lamaran yang dilayangkan padanya. Dia hidup seorang diri.

Entah setia atau bodoh atau terlalu naif. Mungkin ini yang namanya cinta mati :(

Saturday, 3 March 2012

Mimpi

Pagi ini, aku terbangun dengan rasa lelah dan sesak di dadaku. Tapi juga aku merasakan kehangatan jauh di dalam hatiku.

Semalam aku dapat melihat diriku sendiri dalam mimpi. Aku terbaring diam di atas ranjang menatapmu yang duduk di lantai dihadapanku. Kamu juga tidak bicara satu patah kata pun. Kamu mengistirahatkan tubuhmu ke lemari yang ada di belakangmu. Kamu menatapku tajam. Tatapan yang seolah akan membunuhku dengan pesonanya. Tapi aku yakin kamu tidak sedang marah, karena walau begitu, kamu masih tersenyum kepadaku. Dalam hati, aku sangat marah. Mau apalagi kamu datang? aku tidak mau bicara apapun denganmu. Sakit yang dulu ku rasakan kembali menikam jantungku. Saat sudah tak sanggup lagi bertatapan denganmu, aku membalikan tubuhku, berbaring membelakangimu. Namun yang terjadi adalah kamu malah berbaring dibelakangku. Masih dalam diam kamu memelukku dengan sangat erat. Aku sangat marah saat itu. Rasanya ingin berteriak dan mencakarmu. Rasanya ingin melepaskan diri sesegera mungkin darimu. Tapi semua itu tidak aku lakukan. Aku malah menggenggam jemarimu. Aku menarikmu untuk memelukku lebih erat lagi. Berharap dengan begitu bisa melenyapkan sakit yang kurasakan. Saat kamu merasakan air mataku yang jatuh di lenganmu. Kamu membalikan tubuhku, memaksa mataku untuk kembali menatapmu. Entah siapa yang memulai, tiba-tiba saja kita berciuman dengan penuh kerinduan. Tidak ada kesempatan untuk melepaskan diriku darimu. Aku terseret dalam gelombang kenikmatan dan aku begitu terhanyut di dalamnya. Ciuman yang sungguh sangat terasa nyata.


Sampai tiba-tiba aku tersadar. Ini salah. Sebesar apapun aku menginginkanmu. Ini tetap salah. Aku bangun dan berjalan menjauhimu. Sudah pasti aku menatapmu dengan penuh kebencian. Terlebih aku membenci diriku sendiri. Tembok yang aku bangun tinggi untuk melupakanmu runtuh dalam sekejap mata. Kamu menatapku penuh penyesalan. Tapi Aku sungguh tidak bisa membaca pikiranmu. Apa yang saat itu ada dalam benakmu? Kamu berdiri dan berjalan mendekatiku. Aku yang sudah tidak mau lagi didekatimu berjalan menghindar. Tapi kamu tidak mengejar. Hanya tatapan heranmu yang mengikuti gerakku. Masih tidak ada kata yang terucap. Kamu tersenyum. Senyum yang masih menghangatkan hatiku. Lalu kamu pergi meninggalkanku. Kamu hanya berucap pelan sesaat.. "Keretaku akan segera berangkat."


Aku masih diam termenung. Seharusnya aku tidak membencimu seperti itu. Dalam hati, aku tidak membencimu. Lalu kenapa aku bersikap seperti itu? Kalo memang ada yang mau disalahkan harusnya aku orangnya, bukan kamu. Aku begitu marah dengan diriku sendiri. Harusnya aku bisa bersikap lebih dewasa dari ini. Aku menyesali perlakuan kasarku terhadap kamu. Sedetik kemudian aku berlari mengejarmu. Aku mencarimu untuk mengungkapkan betapa menyesalnya aku sudah bersikap kasar seperti itu terhadapmu. Aku melakukan hal-hal yang bertentangan dengan isi hatiku agar kamu tidak tahu bahwa aku masih menyimpan serpihan hati yang pernah kamu titipkan padaku.


Dengan menggunakan kemeja putih sebatas paha yang lengan panjangnya tergulung hingga sebatas siku. Dengan rambut yang mulai terurai dari ikatannya. Dengan tanpa alas kaki, aku tiba di stasiun. Tanpa mempedulikan penampilan dan tatapan ingin tahu dari orang lain, aku terus mencarimu. Saat itu rasanya takut sekali. Aku takut tidak bisa lagi melihatmu. Aku mulai teriak dan menangis disaat yang bersamaan. Aku  berteriak menyerukan namamu. Dengan tidak putus asa, aku terus mencari. Kamu masih tak juga tampak batang hidungnya. Keringat dan air mataku berbaur menjadi satu. Aku lelah. Aku menyerah dan pasrah. Sudah tak sanggup lagi berjalan, aku menjatuhkan diriku di jalan yang penuh sesak dengan manusia lainnya,  menangis meraung merasakan sesak di dadaku sambil terus meneriakan namamu. Orang-orang menatapku dengan iba tapi tak ada satupun dari mereka yang berusaha menolongku.


Setelah lama. Setelah aku sudah sangat lelah, tiba-tiba aku melihatmu berdiri di hadapanku. Cepat-cepat aku menghapus air mataku, aku bangun dan berusaha merapikan diriku agar tetap terlihat baik dihadapanmu. Aku mengendalikan tangisku dengan penuh perjuangan. Kamu menatapku dengan tatapan kasihan. Egoku masih sempat berkata bahwa aku tidak butuh dikasihani. Tapi saat itu melihat diriku yang seperti itu, aku merasa sungguh sangat kasihan untuk diriku sendiri. Tanpa membuang waktu, aku berlari dan melemparkan diriku dalam pelukanmu. Aku memelukmu dengan sangat erat. Tak ada kata yang terucap. Kamu membalas pelukanku dengan hangat. Masih tanpa berkata-kata. Seolah pelukan itu sendiri sudah mengungkapkan banyak kata yang ingin diucapkan. Ada janji tak terucap dalam pelukan hangat itu. Aku ingin waktu berhenti disitu agar selamanya aku bisa memelukmu. Setelah lama, kamu melepaskan aku, kamu  genggam erat tanganku dan kamu cium keningku, dan masih dengan tersenyum, kamu pergi meninggalkan aku. Lagi. Aku hanya bisa memandang kepergianmu. Dan menyaksikan perlahan-lahan kereta yang membawamu pergi dari hadapanku. Aku masih berdiri lama disana. Masih tidak mempedulikan angin yang semakin mengusutkan rambut Aku. Masih tidak peduli dengan tatapan orang-orang. Tidak peduli dengan tangis kencang seorang anak kecil yang terjatuh. Tidak mempedulikan hingar bingar suara pedagang yang menjajakan dagangannya. Namun kali ini hati ku terasa hangat sekali. Tidak ada kesedihan yang kurasakan lagi. Aku melangkahkan kakiku untuk pulang. Aku tidak sendirian kali ini, aku berjalan pulang bersama pelukanmu, tatapanmu dan senyummu. Itu sudah cukup. Hal itu membuatku kembali tersenyum. Hal itu membuatku semangat lagi dan merasa siap untuk terus menjalani hidupku :)